Beberapa dekade
ini kita melihat berbagai prinsip hidup yang menghasilkan tindakan manusia yang
begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan
beberapa tipe pemikiran dengan tujuan masing-masing. Setiap orang terbentuk
sesuai dengan prinsipnya yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat,
mengerikan, bahkan menyedihkan.
Di Jepang ada
budaya hara-kiri, tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa. Ia akan
menusukan pedang Katana dan merobek bagian lambungnya dan mati secara perlahan.
Jembatan Golden Gate San Fransisco adalah tempat bunuh diri yang paling popular
di Amerika Serikat yang begitu menagungkan paham kapitalisme, sementara itu Uni
Soviet runtuh karena menganut paham komunisme.
Paham Peter
Drucker dalam bukunya “Management by Objective” ternyata hanya menghasilkan
budak-budak materialis di bidang ekonomi, efisiensi dan teknologi, tetapi
hatinya kekeringan dan tidak memiliki ketentraman batin, ada sesuatu yang
hilang. Lalu munculah aliran Thaoisme yang mengagungkan ketentraman dan
keseimbangan batin tetapi menghasilkan manusia-manusia yang lari dari tanggung
jawab ekonomi. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti sebuah
“penghargaan” begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkah laku,
namun masih belum menyentuh sisi terdalam dari inti pemikiran, dan hasilnya
adalah mendewakan penghargaan.
Prinsip Ubber
Alles atau ras yang tertinggi dan prinsip Biefl its Biefl atau perintah adalah
perintah yang selalu dikumandangkan oleh jenderal besar Nazi dan dipegang teguh
oleh tentara Nazi Jerman pada perang Dunia II, memang berhasil membuat Jerman
begitu perkasa saat itu. Sebagian daratan eropa dikuasai dalam relative singkat
dengan dimulainya pertempuran Polandia tahun 1936.Namun akhirnya, sejarah
mencatat Nazi Jerman ambruk dan Hitler bunuh diri. Cerita klasik Romeo dan
Juliet yang mati bunuh diri bersama hanya karena sebuah cinta, yang kemudian
banyak ditiru oleh remaja di dunia. Bangsa Yahudi yang berkeyakinan bahwa
merekalah bangsa pilihan Tuhan di muka bumi ini. Sehingga bangsa itu berupaya
sungguh-sungguh membuktikannya. Berusaha menguasai dunia sekuat-kuatnya,
senator-senator berpengaruh di Amerika Serikat banyak berasal dari kaum ini.
Politikus, Ilmuwan bahkan pengusaha caliber dunia banyak dilahirkan dari bangsa
Yahudi, seperti Henry Kissinger, Albert Einstein dan George Soros yang pernah
mengguncang dunia saat itu. Sumpah Palapa dari Patih Gajahmada adalah prinsip
yang telah terbukti keberhasilannya pada jaman kerajaan Majapahit untuk
menyatakan Nusantara kala itu. Budaya Jawa pun sangat kaya dengan prinsip hidup
seperti alon-alon asal kelako, mangan ora
mangan sing penting ngumpul, sangat berpengaruh pada sikap sebagian orang
jawa.
Bahkan baru-baru
ini mengemuka suatu prinsip di era krisis ekonomi, yakni tidak ada persahabatan
yang abadi. Yang ada hanya kepentingan abadi. Prinsip ini sungguh-sungguh
melawan suara hati manusia, yag sebenarnya sangat memuliakan arti persahabatan,
tolong menolong dan kasih saying antar sesame umat manusia. Prinsip “Konfusianisme”
adalah prinsip yang dipegang oleh kebanyakan keturunan/bangsa Cina yang
ternyata mampu mengangkat ras Cina menguasai perekonomian Asia hingga mendapat
julukan “Dragon of Asia” dari kalangan barat. “Yang penting penampilan” merupakan
prinsip yang telah berhasil membelokan pemikiran bangsa ini menjadi bangsa yang
konsumtif dan mendewakan penampilan luar, tanpa memperhatikan sisi terdalam
manusia yaitu hati nurani. Generasi muda sekarang begitu bangga akan pakaian
dengan merek-merk mahal dan ternama. Dan lebih parah lagi, selalu menilai
seseorang dari merek yang dipakainya. Dengan kata lain, hanya menilai dari
symbol dan statusnya.
Prinsip-prinsip
yang tidak fitrah umumnya akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan
lahiriyah maupun kegegalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang
tidak sesuai dengan suara hati atau mengabaikan hati seperti contoh diatas
terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran.
Prinsip buatan
manusia itu sebenarnya adalah suatu upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk
menemukan arti hidup yang sebenarnya. Mereka umumnya hanya memandang suatu
tujuan dari sebelah sisi saja dan tidak menyeluruh, sehingga akhirnya
menciptakan suatu ketidak seimbangan, meskipun pada akhirnya keseimbangan alam
telah terbukti menghempaskan mereka kembali. Mereka biasanya merasa paling
benar, tanpa menyadari bahwa sisi lain dari lingkungannya yang juga memiliki
prinsip yang berbeda dengan dirinya. Hanya berprinsip pada sesuatu yang
abadilah yang akan mampu membawa manusia kearah kebahagiaan yang hakiki.
Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang lebih labil niscaya akan
menghasilkan sesuatu yang labil pula.
“Perumpamaan orang
yang mengambil selain Allah sebagai pelindung, adalah seperti laba-laba yang
membuat rumah untuk dirinya sendiri. Tetapi sebenarnya rumah laba-laba itu
adalah serapuh-rapuhnya rumah, jika mereka tahu” (QS 29:41)
“Jika Allah
mengetahui dalam diri mereka ada kebaikan, tentulah dijadikan-Nya mereka
mendengar. Tetapi sekalipun (Allah) menjadikan mereka mendengar, mereka akan
berbalik juga dan berpaling”(QS 8:23)
*Dari berbagai
sumber
0 comments:
Post a Comment