Saturday, 8 November 2014




Beberapa dekade ini kita melihat berbagai prinsip hidup yang menghasilkan tindakan manusia yang begitu beragam. Prinsip hidup yang dianut dan diyakini itu telah menciptakan beberapa tipe pemikiran dengan tujuan masing-masing. Setiap orang terbentuk sesuai dengan prinsipnya yang dianutnya. Hasilnya bisa dianggap hebat, mengerikan, bahkan menyedihkan.
Di Jepang ada budaya hara-kiri, tatkala seseorang merasa bersalah atau putus asa. Ia akan menusukan pedang Katana dan merobek bagian lambungnya dan mati secara perlahan. Jembatan Golden Gate San Fransisco adalah tempat bunuh diri yang paling popular di Amerika Serikat yang begitu menagungkan paham kapitalisme, sementara itu Uni Soviet runtuh karena menganut paham komunisme.
Paham Peter Drucker dalam bukunya “Management by Objective” ternyata hanya menghasilkan budak-budak materialis di bidang ekonomi, efisiensi dan teknologi, tetapi hatinya kekeringan dan tidak memiliki ketentraman batin, ada sesuatu yang hilang. Lalu munculah aliran Thaoisme yang mengagungkan ketentraman dan keseimbangan batin tetapi menghasilkan manusia-manusia yang lari dari tanggung jawab ekonomi. Pemikiran Dale Carnagie yang sangat mementingkan arti sebuah “penghargaan” begitu mempengaruhi jutaan orang di dunia dalam bertingkah laku, namun masih belum menyentuh sisi terdalam dari inti pemikiran, dan hasilnya adalah mendewakan penghargaan.
Prinsip Ubber Alles atau ras yang tertinggi dan prinsip Biefl its Biefl atau perintah adalah perintah yang selalu dikumandangkan oleh jenderal besar Nazi dan dipegang teguh oleh tentara Nazi Jerman pada perang Dunia II, memang berhasil membuat Jerman begitu perkasa saat itu. Sebagian daratan eropa dikuasai dalam relative singkat dengan dimulainya pertempuran Polandia tahun 1936.Namun akhirnya, sejarah mencatat Nazi Jerman ambruk dan Hitler bunuh diri. Cerita klasik Romeo dan Juliet yang mati bunuh diri bersama hanya karena sebuah cinta, yang kemudian banyak ditiru oleh remaja di dunia. Bangsa Yahudi yang berkeyakinan bahwa merekalah bangsa pilihan Tuhan di muka bumi ini. Sehingga bangsa itu berupaya sungguh-sungguh membuktikannya. Berusaha menguasai dunia sekuat-kuatnya, senator-senator berpengaruh di Amerika Serikat banyak berasal dari kaum ini. Politikus, Ilmuwan bahkan pengusaha caliber dunia banyak dilahirkan dari bangsa Yahudi, seperti Henry Kissinger, Albert Einstein dan George Soros yang pernah mengguncang dunia saat itu. Sumpah Palapa dari Patih Gajahmada adalah prinsip yang telah terbukti keberhasilannya pada jaman kerajaan Majapahit untuk menyatakan Nusantara kala itu. Budaya Jawa pun sangat kaya dengan prinsip hidup seperti alon-alon asal kelako, mangan ora mangan sing penting ngumpul, sangat berpengaruh pada sikap sebagian orang jawa.
Bahkan baru-baru ini mengemuka suatu prinsip di era krisis ekonomi, yakni tidak ada persahabatan yang abadi. Yang ada hanya kepentingan abadi. Prinsip ini sungguh-sungguh melawan suara hati manusia, yag sebenarnya sangat memuliakan arti persahabatan, tolong menolong dan kasih saying antar sesame umat manusia. Prinsip “Konfusianisme” adalah prinsip yang dipegang oleh kebanyakan keturunan/bangsa Cina yang ternyata mampu mengangkat ras Cina menguasai perekonomian Asia hingga mendapat julukan “Dragon of Asia” dari kalangan barat. “Yang penting penampilan” merupakan prinsip yang telah berhasil membelokan pemikiran bangsa ini menjadi bangsa yang konsumtif dan mendewakan penampilan luar, tanpa memperhatikan sisi terdalam manusia yaitu hati nurani. Generasi muda sekarang begitu bangga akan pakaian dengan merek-merk mahal dan ternama. Dan lebih parah lagi, selalu menilai seseorang dari merek yang dipakainya. Dengan kata lain, hanya menilai dari symbol dan statusnya.
Prinsip-prinsip yang tidak fitrah umumnya akan berakhir dengan kegagalan, baik kegagalan lahiriyah maupun kegegalan batiniah. Dunia telah membuktikan bahwa prinsip yang tidak sesuai dengan suara hati atau mengabaikan hati seperti contoh diatas terbukti hanya mengakibatkan kesengsaraan atau bahkan kehancuran.
Prinsip buatan manusia itu sebenarnya adalah suatu upaya pencarian dan coba-coba manusia untuk menemukan arti hidup yang sebenarnya. Mereka umumnya hanya memandang suatu tujuan dari sebelah sisi saja dan tidak menyeluruh, sehingga akhirnya menciptakan suatu ketidak seimbangan, meskipun pada akhirnya keseimbangan alam telah terbukti menghempaskan mereka kembali. Mereka biasanya merasa paling benar, tanpa menyadari bahwa sisi lain dari lingkungannya yang juga memiliki prinsip yang berbeda dengan dirinya. Hanya berprinsip pada sesuatu yang abadilah yang akan mampu membawa manusia kearah kebahagiaan yang hakiki. Berprinsip dan berpegang pada sesuatu yang lebih labil niscaya akan menghasilkan sesuatu yang labil pula.
“Perumpamaan orang yang mengambil selain Allah sebagai pelindung, adalah seperti laba-laba yang membuat rumah untuk dirinya sendiri. Tetapi sebenarnya rumah laba-laba itu adalah serapuh-rapuhnya rumah, jika mereka tahu” (QS 29:41)
“Jika Allah mengetahui dalam diri mereka ada kebaikan, tentulah dijadikan-Nya mereka mendengar. Tetapi sekalipun (Allah) menjadikan mereka mendengar, mereka akan berbalik juga dan berpaling”(QS 8:23)
*Dari berbagai sumber

0 comments:

Post a Comment