Friday, 5 December 2014



Bacalah judul berita di koran atau dengarkanlah kalimat-kalimat berikut ini : 2 juta remaja melakukan aborsi, seorang karyawati diperkosa, memburu banker pembobol bank, korupsi dan kolusi di badan legislative, misteri pembunuhan munir semakin tidak jelas, demikian seterusnya.
Kita hidup dalam sebuah dunia yang gelap, dimana setiap orang meraba-raba, namun tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan sentuhan kasih dan tidak melihat sorot mata persahabatan yang tulus. Dunia kita telah berubah menjadi hutan belantara, dimana Bahasa global kita adalah kekuatan besi dan baja, Bahasa bisnis adalah persaingan, Bahasa politik kita adalah penipuan, Bahasa social kita adalah pembunuhan dan Bahasa jiwa kita adalah kesepian dan keterasingan. Kita adalah masyarakat sipil yang berwatak militer dan masyarakat peradaban yang berbudaya primitif. Kita adalah manusia-manusia sepi di tengah keramaian dan manusia merana di tengah kemelimpahan.
Bagaimanakah cara kita menandai bahwa suatu masyarakat mengalami krisis moral? Dalam konteks ini, kita dapat menyebut dua gejala: tirani dan keterasingan. Tirani merupakan gejala dari rusaknya perilaku social, dimana polarisasi social dibagi menjadi kelompok kuat yang tiran dan kelompok uang lemah yang menjadi objek tirani. Jika dalam kelompok kuat menyebar nilai-nilai kehinaan yang mematikan semangat perlawanan mereka.
Sementara itu, keterasingan menandai rusaknya hubungan social. Keterasingan berarti individu merasa sebagai orang asing dalam masyarakatnya. Ia hidup ditengah mereka, namun tidak merasa kebersamaan. Ia bekerja secara fisik bersama mereka, namun tidak merasakan keakraban hati. Secara perlahan individu dan masyarakat terbelah dan terpisah, dimana individu tidak lagi melihat masyarakat sebagai tempatnya melebur dan karenanya tidak merasa hidup untuk masyarakatnya. Ia hidup untuk dirinya sendiri. Dan ketika ia merasa nurani sosialnya terbunuh, ia menjadi putus asa dan gamang serta kehilangan arah, awal dimana ia menemukan dorongan fatalism dalam dirinya. Awal dimana ia menemukan dorongan irrasional menguasai logika batinnya. Ia kehilangan kepercayaan kepada orang lain dan kehilangan semua dorongan persahabatan.
Gejala tersebut diatas dapat diringkas sebagai berikut: Tirani (Rusaknya perilaku social) dan keterasingan (Rusaknya hubungan social). Umar Bin Khaththab melihat bahwa suatu masyarakat akan kehilangan keseimbangannya jika ada gejala berikut; ada orang-orang sholeh yang lemah dan tidak berdaya serta ada orang-orang jahat yang kuat dan perkasa. Yang pertama berarti kebaikan bertemu dengan kelemahan, sedangkan yang kedua berarti kejahatan bertemu dengan kekuatan.
Karena itu Umar Bin Khaththab senantiasa berdo’a:”Ya Allah, kami berlindung kepadamu dari ketidakberdayaan orang-orang bertaqwa dan keperkasaan orang-orang jahat”. Kita mudah menjawab dengan panjang lebar, tetapi biarlah kita menyimpulkannya dalam poin-poin berikut:
-          Terjadinya penyimpangan pemikiran dalam sejarah pemikiran manusia yang menyebabkan paradox antar nilai. Misalnya, nilai individualisme dengan nilai social, nilai etika dengan nilai estetika dan seterusnya.
-          Hilangnya model-model kepribadian yang integral; yang memadukan kesholehan dengan kesuksesan, kebaikan dengan kekuatan, kekayaan dengan kedermawanan, kekuasaan dengan keadilan, kecerdasan dengan kejujuran dan seterusnya.
-          Munculnya antagonisme dalam pendidikan moral; sementara sekolah mengembangkan kemampuan dasar individu untuk menjadi produktif, sementara itu pula media masa mendidik masyarakat menjadi konsumtif, sebab hal tersebut sesuai dengan prinsip marketing yang juga dipelajari di sekolah. Dan, sekolah mendidik orang untuk bersahabat, sementara itu pula pasar memaksa setiap orang bersaing.
-          Lemahnya peranan lembaga social yang menjadi basis pendidikan moral seperti sekolah, keluarga dan masjid didepan tekanan media massa dan pasar.
Demikianlah problematika dan realita yang terjadi ditengah masyarakat kita, semoga dengan kehadiran dan kiprah kita memberikan kontribusi positif untuk membangun peradaban yang lebih baik, berprestasi, unggul, beriman, membangun kebersamaan untuk kemajuan dan kesejahteraan dan seterusnya. Wallahu’alam…

0 comments:

Post a Comment