“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari
Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran {3} : 133)
Dari
ayat tersebut, secara jelas dan tegas dinyatakan ‘bersegeralah’ dalam menuju
ampunan dan surganya
Allah SWT. Hal ini memotivasi kita untuk berakselerasi dalam urusan akhirat dan
ketaatan kepada Allah SWT.
Pertama. Dalam segala hal yang berkaitan dengan urusan akhirat atau
surganya Allah SWT, selalu mengindikasikan segera, percepatan atau akselerasi.Hal
ini dapat dilihat dalam ayat-ayat Al Qur’an, seperti musara’ah (bersegera),
musabaqah (berlomba-lomba), mubadarah (bergegas), dan sejenisnya.
Sedangkan
untuk urusan duniawi, tidak menggunakan istilah segera atau percepatan. Seperti
tercantum dalam Al Qur’an, penggunaan kata masyyi (berjalan biasa), intisyar
(bertebaranlah), gashd (bermaksud), I’tidal (seimbang), la tansa (jangan lupa)
dan lainnya.
“Berlomba-lombalah
kamu demi mendapatkan ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan
bumi” (QS. Al Hadid {57} : 21)
“Maka
berlomba-lombalah dalam kebaikan”. (QS. Al Anbiya {21} : 90)
“Hai
orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jum’at, maka
bersegeralah kamu dengan mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al Jumu’ah {62} : 9)
“Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu, janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al Qashash {28} : 77)
“Pelan-pelan
dalam segala hal adalah baik, kecuali untuk urusan akhirat (bersegeralah)”.
(HR. Abu Daud dan Al Hakim)
Kedua, Bersegera dalam urusan akhirat yang lainnya adalah
kepastian datangnya kematian, yang tidak dapat direncanakan. Kematian akan
datang kapanpun dan dimanapun. Kita tidak dapat memperlambat, dengan alasan
akan mempersiapkan kematian bila kita sudah tua nanti, sudah tidak disibukkan
dengan urusan duniawi.
Allah
SWT berfirman, “Katakanlah : Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya,
maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu
Dia beritakan kepadamu apa yan telah kamu kerjakan”. (QS. Al Jumu’ah {62} : 8)
‘Di
mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh”. (QS. An Nisa’ {4} : 78)
Rasulullah
SAW selalu mengingatkan kita untuk selalu berbuat demi akhirat tanpa
menunda-nunda. “Bersegeralah kamu sekalian untuk melakukan amal-amal yang
shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai alam yang gelap
gulita, dimana ada seseorang pada waktu pagi ia beriman tapi pada waktu sore ia
kafir, pada waktu sore ia beriman tapi pada waktu pagi ia kafir, ia rela
menukar agamamya dengan sedikit keuntungan dunia”. (HR. Muslim)
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra, bahwasannya seseorang pernah datang kepada Nabi SAW, dan
bertanya : “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya ?”
Beliau menjawab, “Yaitu kamu sedekah sedangkan kamu masih sehat, suka harta,
takut miskin dan masih ingin kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga
bila nyawa sudah sampai di tenggorokan (sekarat) maka kamu baru berkata : untuk
fulan sekian dan untuk fulan sekian, padahal
harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris)”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
Ketiga Bersegera untuk akhirat adalah wajar, dan sudah seharusnya,
karena yang dituju adalah kebahagiaan akhirat dan surga. Kita harus berjuang
karena surga adalah dermaga akhir tujuan yang begitu indah, surga yang
(kenikmatannya) tidak pernah terlihat oleh pandangan mata, tidak pernah
terdengar dengan telinga dan tidak pernah terdetak dalam hati manusia. Demikian
Nabi SAW menggambarkan surga tak pernah terbayangkan indahnya. Seperti
digambarkan dalam QS. Ali Imran {3} : 133).
Seorang
tabi’in bernama Sa’id bin Musayyib pernah menyatakan, “Seandainya dunia itu
emas dan akhirat itu hanya keramik, tentu akhirat lebih utama. Tapi sejatinya
dunia adalah keramik dan akhirat adalah emas, tentu akhirat lebih utama”.
Bahkan dalam pandangan Allah SWT, “Seandainya dunia ini ditimbang, maka nilainya
di sisi Allah seperti salah satu sayap seekor nyamuk”. (HR. Tirmidzi)
Dari
pernyataan tersebut, ajaran Islam tetap memperhatikan kepentingan dunia. Namun
harus tetap diyakini bahwa akhirat lebih baik dan lebih kekal dari dunia. Dalam
artian, kita harus cerdas mencari kebahagiaan dunia yang sejalan untuk
kebahagiaan akhirat juga. Kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak
kekal. Jangan terperdaya dan lalai dalam urusan akhirat.
Allah
SWT berfirman bahwa, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main
dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi
orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya ?” (QS Al An’am {6} :
62)
“Perhiasan
(kenikmatan) yang menipu adalah yang melalaikanmu dari akhirat. Sementara yang
tidak menghalangimu dari akhirat bukan temasuk yang menipu. Sebaliknya bahkan
itu adalah perhiasan yang akan menghantarkan pelakunya pada sesuatu yang lebih
baik”. (Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ al ‘Ulum wa al Hikam).
Semoga
kita termasuk golongan hamba-hamba Allah-Nya, yang senantiasa bersegera menuju
ampunan Allah SWT dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, serta dapat
menjadikan dunia jembatan menuju bahagia dunia dan akhirat.
Rabbanaa
aatinaa fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban naar.
Wallahu’alam
(Sumber
: Islampos)
0 comments:
Post a Comment