Friday, 23 January 2015


 “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (QS. Ali Imran {3} : 133)
Dari ayat tersebut, secara jelas dan tegas dinyatakan ‘bersegeralah’ dalam menuju ampunan dan  surganya Allah SWT. Hal ini memotivasi kita untuk berakselerasi dalam urusan akhirat dan ketaatan kepada Allah SWT.
Pertama. Dalam segala hal yang berkaitan dengan urusan akhirat atau surganya Allah SWT, selalu mengindikasikan segera, percepatan atau akselerasi.Hal ini dapat dilihat dalam ayat-ayat Al Qur’an, seperti musara’ah (bersegera), musabaqah (berlomba-lomba), mubadarah (bergegas), dan sejenisnya.
Sedangkan untuk urusan duniawi, tidak menggunakan istilah segera atau percepatan. Seperti tercantum dalam Al Qur’an, penggunaan kata masyyi (berjalan biasa), intisyar (bertebaranlah), gashd (bermaksud), I’tidal (seimbang), la tansa (jangan lupa) dan lainnya.
“Berlomba-lombalah kamu demi mendapatkan ampunan Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi” (QS. Al Hadid {57} : 21)
“Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan”. (QS. Al Anbiya {21} : 90)
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat jum’at, maka bersegeralah kamu dengan mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (QS. Al Jumu’ah {62} : 9)
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (QS. Al Qashash {28} : 77)
“Pelan-pelan dalam segala hal adalah baik, kecuali untuk urusan akhirat (bersegeralah)”. (HR. Abu Daud dan Al Hakim)

Kedua, Bersegera dalam urusan akhirat yang lainnya adalah kepastian datangnya kematian, yang tidak dapat direncanakan. Kematian akan datang kapanpun dan dimanapun. Kita tidak dapat memperlambat, dengan alasan akan mempersiapkan kematian bila kita sudah tua nanti, sudah tidak disibukkan dengan urusan duniawi.
Allah SWT berfirman, “Katakanlah : Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yan telah kamu kerjakan”. (QS. Al Jumu’ah {62} : 8)
‘Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh”. (QS. An Nisa’ {4} : 78)
Rasulullah SAW selalu mengingatkan kita untuk selalu berbuat demi akhirat tanpa menunda-nunda. “Bersegeralah kamu sekalian untuk melakukan amal-amal yang shalih, karena akan terjadi suatu bencana yang menyerupai alam yang gelap gulita, dimana ada seseorang pada waktu pagi ia beriman tapi pada waktu sore ia kafir, pada waktu sore ia beriman tapi pada waktu pagi ia kafir, ia rela menukar agamamya dengan sedikit keuntungan dunia”. (HR. Muslim)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwasannya seseorang pernah datang kepada Nabi SAW, dan bertanya : “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling besar pahalanya ?” Beliau menjawab, “Yaitu kamu sedekah sedangkan kamu masih sehat, suka harta, takut miskin dan masih ingin kaya. Dan janganlah kamu menunda-nunda sehingga bila nyawa sudah sampai di tenggorokan (sekarat) maka kamu baru berkata : untuk fulan sekian dan untuk fulan sekian, padahal  harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris)”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga Bersegera untuk akhirat adalah wajar, dan sudah seharusnya, karena yang dituju adalah kebahagiaan akhirat dan surga. Kita harus berjuang karena surga adalah dermaga akhir tujuan yang begitu indah, surga yang (kenikmatannya) tidak pernah terlihat oleh pandangan mata, tidak pernah terdengar dengan telinga dan tidak pernah terdetak dalam hati manusia. Demikian Nabi SAW menggambarkan surga tak pernah terbayangkan indahnya. Seperti digambarkan dalam QS. Ali Imran {3} : 133).
Seorang tabi’in bernama Sa’id bin Musayyib pernah menyatakan, “Seandainya dunia itu emas dan akhirat itu hanya keramik, tentu akhirat lebih utama. Tapi sejatinya dunia adalah keramik dan akhirat adalah emas, tentu akhirat lebih utama”. Bahkan dalam pandangan Allah SWT, “Seandainya dunia ini ditimbang, maka nilainya di sisi Allah seperti salah satu sayap seekor nyamuk”. (HR. Tirmidzi)
Dari pernyataan tersebut, ajaran Islam tetap memperhatikan kepentingan dunia. Namun harus tetap diyakini bahwa akhirat lebih baik dan lebih kekal dari dunia. Dalam artian, kita harus cerdas mencari kebahagiaan dunia yang sejalan untuk kebahagiaan akhirat juga. Kesenangan duniawi itu hanya sebentar dan tidak kekal. Jangan terperdaya dan lalai dalam urusan akhirat.
Allah SWT berfirman bahwa, “Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya ?” (QS Al An’am {6} : 62)
“Perhiasan (kenikmatan) yang menipu adalah yang melalaikanmu dari akhirat. Sementara yang tidak menghalangimu dari akhirat bukan temasuk yang menipu. Sebaliknya bahkan itu adalah perhiasan yang akan menghantarkan pelakunya pada sesuatu yang lebih baik”. (Ibnu Rajab dalam kitab Jami’ al ‘Ulum wa al Hikam).
Semoga kita termasuk golongan hamba-hamba Allah-Nya, yang senantiasa bersegera menuju ampunan Allah SWT dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, serta dapat menjadikan dunia jembatan menuju bahagia dunia dan akhirat.
Rabbanaa aatinaa fid dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban naar.
Wallahu’alam
(Sumber : Islampos)

0 comments:

Post a Comment