Abu
Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman Mu’adz bin Jabal ra, keduanya
berkata, Rasulullah saw. bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dimanapun kamu
berada. Iringilah kesalahanmu dengan berbuat baik, niscaya kebaikan itu
menghapusnya. Dan pergaulilah menusia dengan akhlak yang terpuji.”
(HR Tirmidzi. Dia berkata “hadits ini hasan”.
Bahkan beberapa kitab menyebutkan, hadits ini hasan shahih)
SABABUL WURUD (LATAR BELAKANG
HADITS)
Pesan Rasulullah saw. yang ditujukan kepada Abu Dzar ra. dan
Mu’adz ini, disebutkan melalui berbagai jalur dan berbagai kesempatan, di
antaranya:
a. Ibnu Abdul Bar meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, lalu beliau bersabda: “Ya Mu’adz bertakwalah kamu kepada Allah, pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji. Jika kamu melihat kesalahan ikutilah dengan kebaikan. Mu’adz lalu berkata: “Ya Rasulullah, [ucapan] tidak ada Tuhan selain Allah termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjawab: “Kalimat itu merupakan kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
b. Ahmad meriwayatkan bahwa Abu Dzar ra. berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu perbuatan yang bisa mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Rasulullah saw. menjawab: “Jika kamu melakukan kejelekan, maka lakukanlah kebaikan. Karena kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat.” Saya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah kalimat Laa ilaaHa illallaaH termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjawab, “Kalimat tersebut kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
a. Ibnu Abdul Bar meriwayatkan dari Anas ra. bahwa Nabi saw. mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman, lalu beliau bersabda: “Ya Mu’adz bertakwalah kamu kepada Allah, pergaulilah manusia dengan akhlak yang terpuji. Jika kamu melihat kesalahan ikutilah dengan kebaikan. Mu’adz lalu berkata: “Ya Rasulullah, [ucapan] tidak ada Tuhan selain Allah termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjawab: “Kalimat itu merupakan kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
b. Ahmad meriwayatkan bahwa Abu Dzar ra. berkata kepada Rasulullah saw., “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu perbuatan yang bisa mendekatkanku ke surga dan menjauhkanku dari neraka.” Rasulullah saw. menjawab: “Jika kamu melakukan kejelekan, maka lakukanlah kebaikan. Karena kebaikan tersebut akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat.” Saya berkata: “Wahai Rasulullah, apakah kalimat Laa ilaaHa illallaaH termasuk kebaikan?” Rasulullah saw. menjawab, “Kalimat tersebut kebaikan yang paling tinggi derajatnya.”
KANDUNGAN HADITS
1. Manusia
adalah khalifah di muka bumi
Allah menciptakan manusia dan memberi nikmat yang sangat dan tak terhitung. Lalu Allah memilih di antara manusia itu para Rasul. Mereka mendapatkan wahyu dari langit untuk menjelaskan jalan kebaikan dan kebahagiaan.
Allah menciptakan manusia dan memberi nikmat yang sangat dan tak terhitung. Lalu Allah memilih di antara manusia itu para Rasul. Mereka mendapatkan wahyu dari langit untuk menjelaskan jalan kebaikan dan kebahagiaan.
Allah menyuruh segenap manusia untuk menyembah-Nya semata
dan tidak menyekutukan-Nya dengan suatu apapun. Allah juga memerintahkan agar
mereka melaksanakan apa yang diperintahkan, menjauhi semua yang dilarang,
bersegera melakukan kebaikan, menahan diri dari semua yang munkar, berusaha
mewujudkan kebahagiaan bagi seluruh manusia, bersikap penuh kasih, saling
bekerja sama, penuh persaudaraan, berusaha mengulurkan tangan untuk membantu
saudaranya yang lain, menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji, memiliki jiwa
yang baik, dan ucapan yang penuh kearifan dan kelembutan.
Dengan semua hal di atas, manusia akan mendapatkan
kemenangan, kebahagiaan dunia dan akhirat , dan kekhalifahan mereka di bumi pun
terealisasi. Kekhalifahan itulah yang membuat Adam lebih tinggi kedudukannya
dibanding Malaikat. Allah Swt berfirman: “Dan ketika Kami perintahkan kepada
malaikat untuk sujud kepada Adam, maka mereka semua sujud.” (al-Baqarah: 34)
Inilah yang dipesankan oleh Rasulullah saw. kepada kita dalam hadits di atas.
Inilah yang dipesankan oleh Rasulullah saw. kepada kita dalam hadits di atas.
2. Pesan yang
abadi
Betapa indahnya pemberian yang diterima dua shahabat di atas. Pemberian yang didengar langsung dari murabbi (pembimbing)nya, Muhammad saw.
Pada awalnya pesan ini hanya untuk mereka berdua, kemudian menjadi nasehat dan bimbingan bagi seluruh umat, karena berisi kebaikan dan manfaat yang sangat besar di dalamnya. Yang bisa mewujudkan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Pesan yang agung, mencakup seluruh hak Allah swt. dan hak hamba-Nya.
Betapa indahnya pemberian yang diterima dua shahabat di atas. Pemberian yang didengar langsung dari murabbi (pembimbing)nya, Muhammad saw.
Pada awalnya pesan ini hanya untuk mereka berdua, kemudian menjadi nasehat dan bimbingan bagi seluruh umat, karena berisi kebaikan dan manfaat yang sangat besar di dalamnya. Yang bisa mewujudkan kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat. Pesan yang agung, mencakup seluruh hak Allah swt. dan hak hamba-Nya.
3. Takwa
adalah jalan keselamatan
Taujih yang paling penting bagi kita dalam hadits ini adalah “Takwa kepada Allah.” Takwa merupakan sumber dari semua kebaikan dan mencegah segala keburukan. Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan pertolongan Allah swt. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (an-Nahl: 128)
Allah swt. juga menjanjikan kepada mereka rizki yang baik dan jalan keluar dari semua kesulitan, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak diduga.” (ath-Thalaq: 2-3)
Taujih yang paling penting bagi kita dalam hadits ini adalah “Takwa kepada Allah.” Takwa merupakan sumber dari semua kebaikan dan mencegah segala keburukan. Dengan takwa, seorang mukmin akan mendapatkan pertolongan Allah swt. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (an-Nahl: 128)
Allah swt. juga menjanjikan kepada mereka rizki yang baik dan jalan keluar dari semua kesulitan, “Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rizki dari jalan yang tidak diduga.” (ath-Thalaq: 2-3)
Dengan takwa mereka juga akan dilindungi dari muslihat musuh,
“Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati, jika kamu
mendapat bencana mereka bergembira. Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya
tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudlaratan kepadamu.” (Ali
‘Imraan: 120)
Allah swt. juga akan memberikan rahmat bagi orang-orang yang
bertakwa. “…dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa… “ (al-A’raaf: 156)
Di akhirat, orang-orang yang bertakwa berada di sisi Allah
swt: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu di dalam taman-taman dan
sungai-sungai, di tempat yang disenangi, di sisi [Rabb] Yang Maha Berkuasa.”
(al-Qamar: 54-55)
Banyak sekali ayat dan hadits yang memuat keutamaan takwa
dan betapa besar dampak positif yang akan dipetik. Hal ini tidaklah
mengherankan karena ketakwaan adalah jalan orang-orang mukmin, juga akhlak para
Nabi dan Rasul. Allah swt berfirman: “Mereka itulah orang-orang yang telah
diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.” (al-An’am: 90)
Takwa juga sesuatu yang dipesankan Allah swt. kepada semua
hamba-Nya, baik yang terdahulu maupun yang akan datang. Barangsiapa yang
komitmen dengannya maka ia beruntung, dan barangsiapa yang menolak maka ia akan
binasa dan merugi.
Allah berfirman: “Dan sungguh telah Kami pesankan
[memerintahkan] kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan [juga]
kepada kamu, bertakwalah kepada Allah. Tetapi jika kamu kafir maka
[ketahuilah], sesungguhnya apa yang di langit dan apa yang di bumi hanyalah
kepunyaan Allah dan Allah Maha Kaya lagi Mahaterpuji.” (an-Nisaa’: 131)
4. Hakekat
Takwa
Takwa adalah kata yang singkat namun penuh makna, mencakup semua yang dibawa oleh Islam; aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
Allah swt. berfirman: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
Takwa adalah kata yang singkat namun penuh makna, mencakup semua yang dibawa oleh Islam; aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
Allah swt. berfirman: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang yang meminta-minta dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya) dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (al-Baqarah: 177)
Jadi takwa adalah amal perbuatan dalam rangka ketaatan
kepada Allah dan tidak melakukan maksiat kepada-Nya.
Para shalafus shalih mendifinisikan takwa dengan: mentaati Allah dan tidak bermaksiat, selalu dzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur. Mereka para shalafus shalih benar-benar telah melakukan dan komitmen dengan pengertian yang mereka pahami, tanpa mengenal tempat dan kondisi. Semua itu dilaksanakan sebagai realisasi dari perintah Allah swt. dan untuk menyambut panggilan-Nya.
Para shalafus shalih mendifinisikan takwa dengan: mentaati Allah dan tidak bermaksiat, selalu dzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur. Mereka para shalafus shalih benar-benar telah melakukan dan komitmen dengan pengertian yang mereka pahami, tanpa mengenal tempat dan kondisi. Semua itu dilaksanakan sebagai realisasi dari perintah Allah swt. dan untuk menyambut panggilan-Nya.
Allah swt. berfirman: “Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah
sekali-sekali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (Ali ‘Imraan:
102)
5. Kesempurnaan
Takwa
Di antara yang menyempurnakan takwa adalah menjauhi syubhat dan sesuatu yang bercampur dengan barang haram. “Barangsiapa yang menghindari syubhat maka ia telah menjaga kebersihan agama dan kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Termasuk dalam masalah ini adalah meninggalkan beberapa hal yang sebenarnya diperbolehkan, tetapi dikhawatirkan dapat membawa ke arah yang diharamkan.
Di antara yang menyempurnakan takwa adalah menjauhi syubhat dan sesuatu yang bercampur dengan barang haram. “Barangsiapa yang menghindari syubhat maka ia telah menjaga kebersihan agama dan kehormatannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Termasuk dalam masalah ini adalah meninggalkan beberapa hal yang sebenarnya diperbolehkan, tetapi dikhawatirkan dapat membawa ke arah yang diharamkan.
Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Nabi saw.
bersabda: “Tidaklah seorang hamba mencapai derajat muttaqiin (orang yang
bertakwa), sehingga ia meninggalkan apa-apa yang sebenarnya tidak mendatangkan
dosa, karena khwatir mendatangkan dosa.”
Hasan al-Bashri berkata: “Sifat takwa senantiasa melekat
pada seorang yang bertakwa selama ia meninggalkan banyak hal yang sebenarnya
halal, karena khawatir haram.”
6. Syarat
terealisasinya ketakwaan
Yakni langkah pertama dengan memahami ajaran agama Allah swt. agar ia tahu bagaimana bertakwa kepada Allah swt. Firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang memahami). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” (Faathir: 28)
Yakni langkah pertama dengan memahami ajaran agama Allah swt. agar ia tahu bagaimana bertakwa kepada Allah swt. Firman-Nya: “Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang yang memahami). Sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahapengampun.” (Faathir: 28)
Orang yang tidak memahami tidak akan mengetahui apa yang
wajib ia lakukan dan apa yang wajib ia tinggalkan. Karena itu, ilmu adalah
ibadah yang paling afdhal, jalan yang menghubungkan ke surga dan tanda bahwa
seseorang menginginkan kebaikan.
Rasulullah saw. bersabda: “Keutamaan seorang ulama (orang
yang berilmu) atas ‘abid (ahli ibadah), seumpama keutamaanku atas orang yang
paling rendah imannya di antara kalian.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkannya jalan menuju surga.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah akan memudahkannya dalam memahami ajaran agama.” (Muttafaq ‘alaih)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang menempuh sebuah jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkannya jalan menuju surga.” (HR Muslim)
Sabdanya juga: “Barangsiapa yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah akan memudahkannya dalam memahami ajaran agama.” (Muttafaq ‘alaih)
7. Taubat
dan bersegera dalam melakukan kebaikan adalah akhlak seorang mukmin yang
bertakwa. Terkadang seorang mukmin mengalami kealpaan atau kelalaian, dan
terkadang, ia terbuai hawa nafsu atau bisikan-bisikan setan sehingga ia
terperosok ke dalam kemaksiatan dan perbuatan dosa. Karenanya termasuk bagian
dari ketakwaan, hendaknya ia bersegera untuk taubat dan beristighfar kepada
Allah swt. saat ia sadar bahwa ia telah melakukan perbuatan dosa.
Allah berfirman: “Dan [juga] orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya dirinya sendiri, mereka ingat akan
Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat
mengampuni dosa selain dari Allah. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji
itu, sedang mereka mengetahui.” (Ali ‘Imraan: 135)
Dalam ayat lain disebutkan: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (al-A’raaf: 201)
Dalam ayat lain disebutkan: “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (al-A’raaf: 201)
Setelah bertaubat, seorang mukmin yang bertakwa bersegera
untuk melakukan perbuatan baik dan memperbanyak amal-amal shalih, agar dosanya
terhapus. Ini dilakukan karena ia percaya penuh dengan janji Allah swt. dalam
ayat-Nya: “Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa)
perbuatan-perbuatan yang buruk.” (Huud: 114)
Juga sebagai refleksi hadits Nabi saw. “ Dan ikutilah keburukan dengan perbuatan baik, niscaya [perbuatan baik itu] akan menghapusnya.”
Juga sebagai refleksi hadits Nabi saw. “ Dan ikutilah keburukan dengan perbuatan baik, niscaya [perbuatan baik itu] akan menghapusnya.”
8. Cahaya
ketaatan menerangi kegelapan maksiat
Melakukan amal-amal shalih, seperti shalat, puasa, haji, zakat, jihad, dzikrullah dan berbagai kebaikan lainnya dapat menghapus kesalahan yang dilakukan seorang muslim, sebagaimana banyak disebutkan dalam hadits-hadits shahih, diantaranya:
a. Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka dosanya yang telah lalu akan dihapus.” (HR Bukhari dan Muslim)
b. “Maukah kalian Aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan mengangkat derajat?” Para sahabat berkata: “Ya, wahai Rasulallah.” Rasulullah saw. menjawab: “Menyempurnakan wudlu, meskipun dalam kondisi susah, memperbanyak langkah ke masjid dan menanti datangnya waktu shalat.” (HR Muslim)
c. “Barangsiapa yang menunaikan haji di Ka’bah dan tidak berkata keji dan kotor, maka dosanya akan terhapus, sebagaimaan ketika ia dilahirkan ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah masih banyak lagi hadits lain dan ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa ketaatan dapat menghapus keburukan
Melakukan amal-amal shalih, seperti shalat, puasa, haji, zakat, jihad, dzikrullah dan berbagai kebaikan lainnya dapat menghapus kesalahan yang dilakukan seorang muslim, sebagaimana banyak disebutkan dalam hadits-hadits shahih, diantaranya:
a. Barangsiapa yang puasa Ramadhan karena keimanan dan mengharapkan pahala, maka dosanya yang telah lalu akan dihapus.” (HR Bukhari dan Muslim)
b. “Maukah kalian Aku tunjukkan sesuatu yang dapat menghapus kesalahan (dosa) dan mengangkat derajat?” Para sahabat berkata: “Ya, wahai Rasulallah.” Rasulullah saw. menjawab: “Menyempurnakan wudlu, meskipun dalam kondisi susah, memperbanyak langkah ke masjid dan menanti datangnya waktu shalat.” (HR Muslim)
c. “Barangsiapa yang menunaikan haji di Ka’bah dan tidak berkata keji dan kotor, maka dosanya akan terhapus, sebagaimaan ketika ia dilahirkan ibunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Demikianlah masih banyak lagi hadits lain dan ayat-ayat al-Qur’an yang menyatakan bahwa ketaatan dapat menghapus keburukan
9. Taubat
merupakan syarat dihapuskannya dosa besar
Para ulama sepakat bahwa perbuatan baik dapat menghapuskan dosa kecil. Adapun dosa besar, seperti durhaka kepada orang tua, membunuh, riba, minuman keras, dan lain sebagainya tidak ada jalan lain untuk menghapusnya kecuali dengan taubat.
Para ulama sepakat bahwa perbuatan baik dapat menghapuskan dosa kecil. Adapun dosa besar, seperti durhaka kepada orang tua, membunuh, riba, minuman keras, dan lain sebagainya tidak ada jalan lain untuk menghapusnya kecuali dengan taubat.
Firman Allah: “Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi
orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang
benar.” (Thaaha: 82)
Ini jika dosa besar yang dilakukan tidak berhubungan dengan hak manusia. Namun jika berhubungan dengan hak orang lain, seperti mencuri, marah, membunuh dan lainnya maka harus lebih dahulu mengembalikan hak orang lain yang bersangkutan atau meminta maaf kepadanya. Jika hak telah dikembalikan atau telah mendapatkan maaf, maka langkah berikutnya adalah mengharap kepada Allah agar taubatnya diterima, dosanya diampuni, dan diganti dengan kebaikan.
Ini jika dosa besar yang dilakukan tidak berhubungan dengan hak manusia. Namun jika berhubungan dengan hak orang lain, seperti mencuri, marah, membunuh dan lainnya maka harus lebih dahulu mengembalikan hak orang lain yang bersangkutan atau meminta maaf kepadanya. Jika hak telah dikembalikan atau telah mendapatkan maaf, maka langkah berikutnya adalah mengharap kepada Allah agar taubatnya diterima, dosanya diampuni, dan diganti dengan kebaikan.
Allah swt. berfirman: “Kecuali orang-orang yang bertaubat,
beriman dan mengerjakan amal shalih maka kejahatan mereka diganti Allah dengan
kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (al-Furqaan:
70)
Jika syarat-syarat ini tidak terpenuhi, maka urusannya akan
berlanjut di akhirat. Orang-orang yang pernah terdhalimi akan menuntut dan
mengambil pahala darinya sebagai ganti dari kedhaliman yang ia terima di dunia.
Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang mukmin selamat dari neraka, dia ditahan
di sebuah jembatan antara surga dan neraka, lalu ia dimintai pertanggung
jawaban oleh orang-orang yang terdhalimi di dunia, jika telah usai maka barulah
ia diizinkan masuk surga.” (HR Bukhari dari Abu Sa’id al-Khudri ra.)
Di antara kebaikan Allah swt. jika seorang mukmin tidak
memiliki dosa kecil, maka amal kebaikan yang ia lakukan berdampak terhadap
dosa-dosa besarnya, yaitu dosa-dosa besarnya akan diringankan oleh Allah swt.
Jika ia tidak memiliki dosa besar dan dosa kecil, maka pahala dari kebaikan
yang dilakukan akan dilipatgandakan.
10. Akhlak
merupakan dasar tegaknya peradaban
Dalam pesan ini, Rasulullah saw. mengarahkan kita pada perkara yang membawa kebaikan bagi individu dan tegaknya sistem kemasyarakatan. Perkara tersebut adalah berinteraksi dengan orang lain dengan akhlak yang terpuji,sehingga seorang muslim menjadi pribadi yang lembut, mencintai dan dicintai orang lain, menghormati dan dihormati orang lain, berbuat baik kepada orang lain dan mereka pun berbuat baik kepadanya.
Dalam pesan ini, Rasulullah saw. mengarahkan kita pada perkara yang membawa kebaikan bagi individu dan tegaknya sistem kemasyarakatan. Perkara tersebut adalah berinteraksi dengan orang lain dengan akhlak yang terpuji,sehingga seorang muslim menjadi pribadi yang lembut, mencintai dan dicintai orang lain, menghormati dan dihormati orang lain, berbuat baik kepada orang lain dan mereka pun berbuat baik kepadanya.
Dalam kondisi seperti ini, masing-masing anggota masyarakat
akan bergerak untuk melaksanakan kewajiban dengan penuh kerelaan dan ketenangan.
Maka semua urusan berjalan pada jalurnya, norma-norma terpelihara dan peradaban
yang agung menjadi nyata.
Manakala akhlak memiliki peran penting bagi kehidupan, maka
Islam menempatkannya pada posisi yang sangat vital dan diperlihatkan secara
khusus. Sebagai bukti, banyak ayat dan hadits yang berisi anjuran untuk
berakhlak mulia, dan keutamaan orang-orang yang berakhlak mulia.
a. “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang lain mengerjakan yang ma’ruf serta berpalinglah daripada orang-orang bodoh.” (Al-A’raaf: 199)
b. “Tolaklah [kejahatan itu] dengan cara yang baik. Maka tiba-tiba orang yang bermusuhan denganmu seolah-olah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushilat: 34)
c. “Maukah kalian, aku beritahu tentang orang yang paling dicintai Allah dan paling dekat denganku pada hari kiamat?” para shahabat menjawab: “Ya kami mau.” Rasulullah saw. bersabda: “Yaitu orang yang paling baik akhlaknya.” (HR Ibnu Hibban)
d. “orang yang paling baik di antara kamu adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR Ahmad)
e. “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR Abu Dawud)
Banyak lagi ayat dan hadits lainnya, yang mengerucut pada
sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, al-Hakim dan Baihaqi, bahwa
Nabi saw. bersabda: “Bahwasannya saya diutus untuk menyempurnakan akhlak.”
11. Berusaha
memiliki akhlak terpuji
Manusia sangat mungkin memiliki akhlak terpuji, karena Allah swt. telah menganjurkan hal itu.
Al-Hakim dan perawi lain, meriwayatkan dari Muadz ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Perbaikilah akhlakmu dengan orang lain.” Riwayat lain menyebutkan, “Hendaklah kamu memperbaiki akhlakmu semampunya.”
Manusia sangat mungkin memiliki akhlak terpuji, karena Allah swt. telah menganjurkan hal itu.
Al-Hakim dan perawi lain, meriwayatkan dari Muadz ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Perbaikilah akhlakmu dengan orang lain.” Riwayat lain menyebutkan, “Hendaklah kamu memperbaiki akhlakmu semampunya.”
Usaha memiliki akhlak terpuji bisa dengan cara ini:
mencontoh akhlak Rasulullah saw., Allah berfirman: “Sesungguhnya telah ada pada
diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang
mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Ketinggian akhlak Rasulullah saw. ini diungkapkan dalam ayat, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Ketinggian akhlak Rasulullah saw. ini diungkapkan dalam ayat, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (al-Qalam: 4)
Cara lain adalah bergaul dengan orang-orang yang bertakwa,
para ulama, orang-orang yang memiliki akhlak mulia, menjauhi orang-orang jahat
dan orang-orang yang mempunyai kebiasaan buruk dan lain sebagainya.
Firman Allah: “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka [karena] mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (al-Kahfi: 28)
Firman Allah: “Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka [karena] mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (al-Kahfi: 28)
12. Akhlak
yang terpuji
Termasuk akhlak yang terpuji adalah selalu melakukan silaturahim, memberi maaf, berlapang dada dan suka memberi meskipun dalam kondisi yang sulit. Dari Uqbah bin Amir al-Jahmy ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Wahai Uqbah maukah kamu aku tunjukkan akhlak yang paling baik, bagi penghuni dunia dan akhirat? [Yaitu] engkau menyambung [persaudaraan] orang yang memutus kamu, memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberimu hadiah dan memaafkan orang yang mendhalimimu.” (HR al-Hakim)
Termasuk akhlak yang terpuji adalah selalu melakukan silaturahim, memberi maaf, berlapang dada dan suka memberi meskipun dalam kondisi yang sulit. Dari Uqbah bin Amir al-Jahmy ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda kepadanya: “Wahai Uqbah maukah kamu aku tunjukkan akhlak yang paling baik, bagi penghuni dunia dan akhirat? [Yaitu] engkau menyambung [persaudaraan] orang yang memutus kamu, memberi hadiah kepada orang yang tidak pernah memberimu hadiah dan memaafkan orang yang mendhalimimu.” (HR al-Hakim)
Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Dan berlapang dada terhadap
orang yang mencelamu.” Rasulullah saw. bersabada; “Janganlah meremehkan
kebaikan sekecil apapun, meskipun hanya sebuah senyuman [muka yang berseri]
ketika bertemu saudaramu.” (HR Muslim)
Dalam sabdanya yang lain, “Tahanlah untuk berbuat kejahatan, karena yang demikian itu adalah shadaqah.” (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam sabdanya yang lain, “Tahanlah untuk berbuat kejahatan, karena yang demikian itu adalah shadaqah.” (HR Bukhari dan Muslim)
13.
Termasuk tanda sempurnanya iman dan takwa adalah akhlak terpuji dan bersikap
baik dalam pergaulan. Juga membenci dan menjauhi orang-orang yang suka berbuat
maksiat, manakala mereka bersikeras tidak mau meninggalkannya.
#SPUBerbagi
0 comments:
Post a Comment