Thursday, 28 May 2015




Semua orang beriman mengetahui bahwa  kunci kecelakaan atau kebahagiaan hidup manusia terletak pada kekokohan hati atau istilah Arab-nya: qalbun. Maksudnya, jika kita memperhatikan qalbun (kalbu atau hati) kita, niscaya kita akan berbahagia. Sebaliknya, apabila kita tidak memperhatikannya, niscaya kita akan celaka. Rasulullah saw. bersabda: “Ingatlah, sesungguhnya di dalam jasad manusia ada segumpal daging, jika ia baik, baiklah seluruh jasad, dan jika ia rusak, rusaklah seluruh jasad, segumpal daging itu adalah hati (nurani).” (H.R. Muttafaqun ‘alaih).

Tetapi, di sinilah letak kerumitan makhluk yang bernama hati atau qalbun ini. Secara harfiah, ia berarti mbolak-mbalik (Jw), bolak balik, tidak stabil, tidak konstan, cepat sekali berubah. Seorang penyair Arab mengatakan: “Manusia tidak disebut insan kecuali karena sifat pelupanya. Dan hati tidak dinamakan kalbu kecuali karena ia bolak balik (cepat berubah).”

Mengokohkan cahaya hati

Mengingat watak dan sifatnya yang seperti inilah, perlu perhatian ekstra dan super serius agar bagaimanapun mbolak-mbalik-nya hati kita, ia tetap beriman, berpegang teguh kepada Islam, komitmen dengan tata aturannya, serta konsisten meniti shirathal mustaqim, atau istilah Qur’an-nya istiqomah, dan terus-menerus mendakwahkannya kepada semua lapisan masyarakat. Rasulullah saw. sendiri sangat sering sekali memanjatkan do’a: “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku atas agama-Mu.” (H.R. At-Tirmidzi, dan ia berkata: hadits hasan).

Lebih repot lagi bila kita menyadari bahwa hati yang wataknya sering berubah itu, tidak bisa tidak, akan dihadapkan kepada berbagai macam godaan, cobaan, fitnah (menurut bahasa Al-Qur’an dan Al-Hadits, yang dimaksud fitnah adalah ujian atau test, bukan gosip), dan ibtila’ (tribulasi). Baik tribulasi yang baik (harta, kedudukan atau tahta dan wanita) ataupun tribulasi yang jelek (sakit, kefakiran atau kemiskinan, dan semacamnya).

Rasulullah saw. menjelaskan bahwa tidak ada satu hati manusia-pun yang luput dari fitnah ini, semuanya akan dihadapkan kepada fitnah ini. Dan fitnah ini akan melewati setiap hati manusia seperti lewatnya anyaman tikar. Bukankah tikar tradisional itu anyamannya menyilang satu satu! Begitu pulalah antara hati dengan fitnah itu. Setiap hati akan bertemu dengan fitnah dan setiap fitnah pasti akan melewati hati. Rasulullah saw. bersabda: “Fitnah-fitnah itu akan dihadapkan kepada hati, seperti tikar, satu serat satu serat, maka hati mana saja yang menyerap fitnah itu, akan ternodalah satu titik hitam di atasnya, dan hati mana saja yang tidak menerimanya, akan tertitiklah pada hati itu satu titik putih, sehingga, jadilah hati itu dua macam; putih seperti batu marmar, sehingga fitnah apapun tidak akan membahayakannya selama ada langit dan bumi, sementara hati lainnya berwarna hitam legam, seperti teko miring, tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemunkaran selain hawa nafsu yang diserapnya.” (H.R. Muslim)

Apabila kita hayati hadits Rasulullah saw. ini, ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil, di antaranya adalah:
1. Semua hati manusia akan bertemu dengan fitnah (ujian, test), bahkan antara fitnah dan hati itu ibarat serat-serat tikar yang saling tumpang-menumpang, silang-menyilang dan tindih-menindih, tidak ada satupun hati yang luput atau tidak terlewati atau terlalui fitnah itu.
2. Satu kali hati yang menyerap fitnah itu, atau menerimanya, atau OK terhadapnya, maka jadilah fitnah itu satu noda hitam pada permukaan hati itu. Dua kali OK terhadapnya, jadilah titik itu dua, begitu seterusnya, sehingga kalau sering-sering OK dengan fitnah-fitnah itu, jadilah seluruh permukaan hati itu hitam, tidak sedikitpun ada celah bagi cahaya (nur) untuk masuk ke dalamnya, begitu juga sebaliknya, dia tidak akan melihat cahaya (nur) selamanya. Karenanya, hati itu tidak akan lagi mengenal mana yang ma’ruf dan mana yang munkar, tidak lagi mengenal batasan halal dan haram, bahkan bisa jadi lebih parah lagi, yaitu: ia akan memerintahkan yang munkar dan melarang yang ma’ruf, na’udzu billahi min dzalik.
3. Sebaliknya, jika saat bertemu fitnah pertama kali ia tidak mau menerimanya, tidak menyerapnya dan tidak OK terhadapnya, atau istilahnya: menolaknya, maka penolakan ini akan menjadi satu titik putih yang cemerlang pada permukaan hatinya, dua kali menolak dua titik, dan seterusnya, sehingga seluruh permukaan hatinya akan berwarna putih cemerlang, yang dengan mudah akan menerima cahaya (nur) karena sejalan dengannya, dan dengan cahaya (nur) itu pula ia akan dengan mudah mengenali mana yang ma’ruf dan mana yang munkar, sehingga insyaAllah, dengan mudah pula ia akan komitmen dengan yang ma’ruf dan konsisten untuk tetap mengingkari yang munkar. Bahkan bisa jadi ia akan tetap tegar seperti batu marmar putih yang tidak akan pernah terkotori oleh apapun sampai hari kiamat nanti.

Untuk keluarga yang mendambakan kebahagiaan

Buatlah hati-hati kita tetap bercahaya dan memancarkan cahaya kebaikan untuk sekelilingnya, maka hanya cara inilah kita akan mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan sejati. Jika hati kita belum bercahaya maka dipastikan belum bisa memberikan penerangan kepada orang lain. Jika mata lahir dan mata batin (hati) kita gelap maka kita tidak bisa memberikan cahaya kemuliaan kepada sekeliling kita dan hanyalah kegelapan saja yang bisa ditampilkan. Alih-alih ingin memberikan penerangan maka yang terjadi justru semakin menambah kegelapan.

Kegelapan hati yang sekarang ini banyak terjadi, sebenarnya disebabkan oleh karena tidak pahamnya seseorang dalam memahami dien (agama). Ketidakpahaman ini yang kemudian menyebabkan tidak benarnya orientasi dan tujuan (bahasa sekarangnya--- visi dan misi) hidup seseorang. Dalam Al-Qur’an, Allah swt. menyebutnya sebagai orang kafir yang mengatakan kehidupan itu tidak lain hanyalah di dunia saja. Segala kerusakan hidup baik dalam diri manusia atau alam sekitarnya karena orientasi materi sesaat (baca: bahagia semu) dari manusia yang bersangkutan. Kehancuran rumah tangga karena tidak adanya visi kerahmatan, kesakinahan dan keberkahan dalam diri dan pribadi setiap anggota keluarga. Juga tidak adanya visi kehambaan kepada Khaliq-Nya yang Maha Memberi, Maha Mengetahui, dan segala Maha Sifat-Nya. Seolah-olah (walau diucapkan) ia mengatakan sebagaimana yang diucapkan Qarun, “Saya bisa seperti ini oleh karena ilmu yang dimiliki saya”. Ia lupa bahwa ada Dzat yang memberikan ilmu kepada dirinya. Ia lupa kepada siapa yang menciptakan dirinya. Dan ia lupa bahwa dirinya hanyalah sekadar hamba-Nya yang lemah.

Demikian pula kebahagiaan keluarga akan terpotret dari pancaran cahaya hati dari setiap anggotanya. Air mukanya yang sejuk, wajahnya yang memancarkan ketulusan, badannya yang memancarkan kemanfaatan di mana saja ia berada, dan perilakunya yang mengutamakan kebersihan, kemuliaan, dan perhitungan yang teliti akan hidup yang kekal di akhirat dengan kebahagiaan hidup yang sesungguhnya. Semua urusan dunianya dipertaruhkan untuk kedekatannya kepada Rabb-Nya dan selalu berharap mencari ridho-Nya. Semua alat dan perangkat hidup berupa kecerdasan, kekuatan badan, kemuliaan yang sejak awal diberikan Rabb-Nya dimanfaatkan untuk jalan-jalan kebaikan dan ketakwaan.

Inilah hakikat hati yang bersih yang siap menanggung beban yang dapat menangkal fitnah sebagaimana dalam hadits di atas. Dalam zaman seperti ini, sudah barang tentu banyak fitnah yang menerpa kita, harta, wanita dan tahta, yang tidak lagi mengenal batas halal dan haram. Terlebih lagi jika kita berada di tengah kancah kekuasaan dan jabatan, sebab ada ungkapan bahwa jabatan atau istilahnya tahta adalah kubangan dua ta lainnya (wanita dan harta). Sudah barang tentu, tingkat kewaspadaan kita terhadap anyaman fitnah ini harus lebih ekstra. Semoga keluarga kita semua terbentengi semua fitnah itu yang merupakan sebuah awalan terselamatkannya kita semua dari fitnah siksa kubur dan neraka sebagaimana yang setiap kali sampaikan doa-doa kita menjelang penghujung akhir sholat kita, “Ya Allah, hindarkan kami dari adzab kubur dan adzab neraka jahannam. Dijauhkan dari fitnah hidup dan mati dan kejelekan fitnah Masih Ad-Dajjal.”
Wallahu a’lam bish-showab

(Sumber : Ust. Drs. kASORI MUJAHID  - majalah.nurhidayahsolo.com)
#SPUBerbagi

0 comments:

Post a Comment