Al-Hamdulillah,
segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah
untuk baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para
sahabatnya.
Kecintaan Allah
haruslah menjadi incaran setiap mukmin. Mereka berlomba untuk mendapatkannya.
Apapun diusahakan untuk meraihnya. Karena mendapat kecintaan Allah merupakan
derajat tertinggi. Dengannya kehidupan hakiki ada. Tanpanya, yang tinggal hanya
kematian.
Kecintaan Allah
merupakan ruh iman dan amal shalih orang beriman. Dialah yang menumbuhkan
manisnya iman dalam kalbu sehingga pemiliknya merasa nikmat untuk taat dan
berzikir kepada-Nya. Maka kapan kecintaan kepada Allah itu hilang dari
seseorang, ia tinggal pribadi yang berjasad tanpa ruh.
Kecintaan Allah
memiliki beberapa tanda dan sebab. Di antara sebab-sebab tersebut adalah:
Pertama: Mengikuti petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam. Ini merupakan sebab utama untuk mendapatkan kecintaan
Rabb yang Maha Tinggi.
Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman,
"Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."(QS. Ali Imran: 31)
Al-Imad Ibnul
Katsir berkata, "Ayat yang mulia ini menghakimi atas setiap orang yang
mengaku cinta kepada Allah sedangkan ia tidak berada di atas jalan hidup Nabi
Muhammad, bahwa ia berdusta dalam pengakuannya pada saat itu juga. Sehingga ia
mengikuti syariat Nabi Muhammad dan dien Nawabi (Islam yang beliau bawa) dalam
semua perkataan dan perbuataannya. Sebagaimana yang tertera dalam Shahihain,
dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, beliau bersabda: "Siapa
yang beramal dengan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami, maka ia
tertolak."
Al-Hasan
al-Bashri dan ulama salaf lainnya telah berkata: Suatu kaum mengaku mencintai
Allah, lalu Allah menguji mereka dengan ayat ini. lalu beliau membaca ayat di
atas.
Cinta kepada
Allah tidak cukup hanya pengakuan. Tapi harus disertai pembuktian. Dan tanda
bukti nyatanya adalah mengikuti utusan-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam
dalam semua keadaanya; baik dalam perkataan dan perbuatannya, dalam pokok agama
dan cabangnya, dalam zahir dan batinnya. Maka siapa yang mengikuti Rasul itu
menunjukkan benarnya pengakuannya. Dan siapa yang tidak mengikuti Rasul, ia
tidak cinta kepada Allah Ta'ala. Karena kecintaan kepada Allah mengharuskan
untuk mengikuti utusan-Nya. Jika hal itu tidak ditemukan pada seseorang,
menunjukkan tidak adanya kecintaan kepada Allah dalam dirinya, ia dusta dalam
pengakuannya.
. . . siapa yang
mengikuti Rasul itu menunjukkan benarnya pengakuannya. Dan siapa yang tidak
mengikuti Rasul, ia tidak cinta kepada Allah Ta'ala. Karena kecintaan kepada
Allah mengharuskan untuk mengikuti utusan-Nya. . .
Kedua: Berlemah lembut kepada kaum mukminin,
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, berjihad di jalan Allah, dan tidak
takut kecuali hanya kepada-Nya.
Allah Subhanahu
wa Ta'ala telah menyebutkan sifat ini dalam satu ayat,
"Hai
orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai
mereka dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang
yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di
jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela."
(QS. Al-Maidah: 54)
Dalam ayat ini
Allah Ta'ala telah menyebutkan beberapa sifat kaum yang mendapatkan kecintaan
Allah. Berada pada urutan pertamanya, tawadhu' dan tidak takabbur (sombong)
terhadap kaum muslimin. Lalu mereka tegas terhadap orang kafir, tidak tunduk
dan menghinakan diri di hadapan mereka. Mereka juga berjihad di jalan Allah;
yakni jihad terhadap diri sendiri, syetan, orang-orang kafir, kaum munafikin
dan orang-orang fasik. Mereka tidak takut terhadap celaan orang yang suka
mencela; yakni apabila ia menjalankan perintah agamanya maka ia tidak
mempedulikan terhadap orang yang menghina dan mencelanya.
Ketiga: menegakkan amalan-amalan sunnah
sesudah yang fardhu. Sebagaimana yang terdapat dalam hadits Qudsi,
"Dan
tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku
cintai daripada ia mengerjakan apa yang telah Aku wajibnya kepadanya. Dan
tidaklah hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku (setelah menjalankan
yang wajib) dengan amal-amal sunnah sehingga Aku mencintainya." (HR.
Al-Bukhari)
Bahwa siapa yang
bersungguh-sungguh dalam mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan fardhu
lalu diikuti amalan sunnah, Allah akan mendekatkan ia kepada-Nya dan memenuhi
hatinya dengan ma'rifah, pengagungan, cinta, rindu, takut dan harap kepada-Nya.
Dan di antara
macam amalan nafilah ini adalah shalat, sedekah, umrah, haji (selain haji
pertama) dan puasa sunnah.
Keempat: Mencintai, mengungunjungi, menolong
dan menasehati karena Allah. Amal-amal ini terkumpul dalam satu hadits qudsi,
"Kecintaan-Ku
untuk orang-orang yang saling mencintai karena-Ku, Kecintaan-Ku untuk
orang-orang yang saling mengunjungi karena-Ku, Kecintaan-Ku untuk orang-orang
yang saling berkorban di jalan-Ku, Kecintaan-Ku diberikan untuk orang-orang
yang saling menyambung kekerabatan karena-Ku." (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban
dalam al-Tanashuh. Syaikh Al-Albani menyahihkan hadits di atas dalam Shahih
al-Targhib wa al-Tarhib, no. 3019, 3020, 3021)
Makna saling
mengunjungi karena-Ku: kunjungan sebagian mereka kepada sebagian yang lain
karena Allah dan berharap ridha-Nya karena adanya ikatan cinta karena Allah
atau kerjasama untuk taat kepada-Nya.
Sedangkan makna orang-orang
yang saling berkorban di jalan-Ku: Mengorbankan diri mereka dalam keridhaan-Nya
seperti bersepakat untuk berjihad melawan musuh Allah dan perintah-perintah-Nya
yang lain serta memberikan hartanya kepada saudaranya jika ia sangat
membutuhkannya." (Lihat: al-Muntaqa, Syarh al-Muwatha': 1779)
Kelima: Ujian Allah berupa musibah dan
bencana.
Musibah dan
bencana yang menimpa seorang mukmin bisa menjadi sebab datangnya kecintaan
Allah dan menjadi bagian dari tanda cinta-Nya kepada hamba. Ia laksana obat,
walaupun pahit ia akan meminumnya untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dalam
hadits Shahih disebutkan,
"Sesungguhnya
besarnya pahala sebanding dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya jika Allah
mencintai suatu kaum pasti Dia menguji mereka. Maka siapa yang ridha
(terhadapnya) maka baginya keridhaan Allah, dan siapa yang marah (terhadapnya)
maka baginya kemurkaan Allah." (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Pada dasarnya,
datangnya musibah adalah baik untuk orang beriman. Karena musibah tersebut
menjadi penghapus dosa dan kesalahannya di dunia. Sehingga di akhirat
sudah tidak ada dosa yang dipikulnya. Terlebih akan diangkat derajatnya
dan diampuni dosa-dosanya malalui musibah tersebut.
Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam bersabda: "Apabila Allah menghendaki kebaikan
kepada hamba-Nya maka Dia menyegerakan hukuman (dosanya) di dunia. Dan apabila
Dia menghendaki keburukan (terhadap hamba-Nya) Dia tahan dosanya sehingga
disempurnakan balasannya pada hari kiamat." (HR. al-Tirmidzi dan
dishahihkan oleh Al-Albani)
Para ulama
menjelaskan, yang ditahan dosanya adalah orang munafik. Allah menahan dosanya
di dunia untuk dibalas secara sempurna pada hari kiamat.
. . . datangnya
musibah adalah baik untuk orang berima . . .
Penutup
Memperoleh
kecintaan Allah lebih penting daripada klaim cinta kepada-Nya. Karena tidak
setiap orang yang mengaku cinta kepada-Nya bisa mendapatkan cinta-Nya. Walaupun
kecintaan Allah tidak akan diberikan kecuali kepada siapa yang benar-benar
mencintai-Nya. Di antara bukti cinta kepada-Nya adalah dengan senantiasa
beribadah kepada-Nya dan mengikuti petunjuk utusan-Nya, Rasulullah Shallallahu
'Alaihi Wasallam, dalam setiap aktifitas, baik berkata atau berbuat.
Semoga Allah
menjadikan kita dalam bagian orang-orang yang mendapatkan kecintaan-Nya,
sehingga Dia senantiasa membimbing kita, mengabulkan doa kita, mengampuni dosa
dan kesalahan kita, dan memasukkan kita ke dalam jannah-Nya. Amiin.
[PurWD/voa-islam.com]
(Sumber : Badrul Tamam – voa-islam.com)
#SPUBerbagi
0 comments:
Post a Comment