dakwatuna.com – “Anak saya ini nakal sekali”, kata seorang ibu.
“Kamu itu memang anak nakal”, kata seorang bapak.
“Kamu itu memang anak nakal”, kata seorang bapak.
Kalimat itu sering kita dengarkan
dalam kehidupan sehari-hari. Sangat sering kita mendengar orang tua menyebut
anaknya dengan istilah nakal, padahal kadang maksudnya sekadar mengingatkan
anak agar tidak nakal. Namun apabila anak konsisten mendapatkan sebutan nakal,
akan berpengaruh pada dirinya.
Predikat-predikat buruk memang
cenderung memiliki dampak yang buruk pula. Nakal adalah predikat yang tak
diinginkan oleh orang tua, bahkan oleh si anak sendiri. Namun, seringkali
lingkungan telah memberikan predikat itu kepada si anak: kamu anak nakal, kamu
anak kurang ajar, kamu anak susah diatur, dan sebagainya. Akibatnya, si anak
merasa divonis.
Hindari Sebutan Nakal
Jika tuduhan nakal itu diberikan
berulang-ulang oleh banyak orang, akan menjadikan anak yakin bahwa ia memang
nakal. Bagaimanapun nakalnya si anak, pada mulanya tuduhan itu tidak
menyenangkan bagi dirinya. Apalagi, jika sudah sampai menjadi bahan tertawaan,
cemoohan, dan ejekan, akan sangat menggores relung hatinya yang paling dalam.
Hatinya luka. Ia akan berusaha melawan tuduhan itu, namun justru dengan tindak
kenakalannya yang lebih lanjut.
Hendaknya orang tua menyadari bahwa
mengingatkan kesalahan anak tidak identik dengan memberikan predikat “nakal”
kepadanya. Nakal itu —di telinga siapa pun yang masih waras— senantiasa
berkesan negatif. Siapa tahu, anak menjadi nakal justru lantaran diberi
predikat “nakal” oleh orang tua atau lingkungannya!
Mengingatkan kesalahan anak
hendaknya dengan bijak dan kasih sayang. Bagaimanapun, mereka masih kecil.
Sangat mungkin melakukan kesalahan karena ketidaktahuan, atau karena
sebab-sebab yang lain. Namun, apa pun bentuk kenakalan anak, biasanya ada
penyebab yang bisa dilacak sebagai sebuah bahan evaluasi diri bagi para
pendidik dan orang tua.
Banyak kisah tentang anak-anak kecil
yang cacat atau meninggal di tangan orang tuanya sendiri. Cara-cara kekerasan
yang dipakai untuk menanggulangi kenakalan anak seringkali tidak tepat. Watak
anak sebenarnya lemah dan bahkan lembut. Mereka tak suka pada kekerasan. Jika
disuruh memilih antara punya bapak yang galak atau yang penyabar lagi
penyayang, tentu mereka akan memilih tipe kedua. Artinya, hendaknya orang tua
berpikiran “tua” dalam mendidik anak-anaknya, agar tidak salah dalam mengambil
langkah.
Sekali lagi, jangan cepat memberi
predikat negatif. Hal itu akan membawa dampak psikologis yang traumatik bagi
anak. Belum tentu anak yang sulit diatur itu nakal, bisa jadi justru itulah
tanda-tanda kecerdasan dan kelebihannya dibandingkan anak lain. Hanya saja,
orang tua biasanya tidak sabar dengan kondisi ini.
Ungkapan bijak Dorothy Law Nolte
dalam syair Children Learn What They Live berikut bisa dijadikan sebagai bahan
perenungan,
Bila anak sering dikritik, ia
belajar mengumpat
Bila anak sering dikasari, ia
belajar berkelahi
Bila anak sering diejek, ia belajar
menjadi pemalu
Bila anak sering dipermalukan, ia
belajar merasa bersalah
Bila anak sering dimaklumi, ia
belajar menjadi sabar
Bila anak sering disemangati, ia
belajar menghargai
Bila anak mendapatkan haknya, ia
belajar bertindak adil
Bila anak merasa aman, ia belajar
percaya
Bila anak mendapat pengakuan, ia
belajar menyukai dirinya
Bila anak diterima dan diakrabi, ia
akan menemukan cinta.
Cara Pandang Positif
Hendaknya orang tua selalu memiliki
cara pandang positif terhadap anak. Jika anak sulit diatur, maka ia berpikir
bahwa anaknya kelebihan energi potensial yang belum tersalurkan. Maka orang tua
berusaha untuk memberikan saluran bagi energi potensial anaknya yang melimpah
ruah itu, dengan berbagai kegiatan yang positif. Selama ini anaknya belum
mendapatkan alternatif kegiatan yang memadai untuk menyalurkan berbagai
potensinya.
Dengan cara pandang positif seperti
itu, orang tua tidak akan emosional dalam menghadapi ketidaktertiban anak.
Orang tua akan cenderung introspeksi dalam dirinya, bukan sekadar menyalahkan
anak dan memberikan klaim negatif seperti kata nakal. Orang tua akan lebih
lembut dalam berinteraksi dengan anak-anak, dan berusaha untuk mencari jalan
keluar terbaik. Bukan dengan kemarahan, bukan dengan kata-kata kasar, bukan
dengan pemberian predikat nakal.
“Kamu anak baik dan shalih. Tolong
lebih mendengar pesan ibu ya Nak”, ungkapan ini sangat indah dan positif.
“Bapak bangga punya anak kamu.
Banyak potensi kamu miliki. Jangan ulangi lagi perbuatanmu ini ya Nak”, ungkap
seorang bapak ketika ketahuan anaknya bolos sekolah.
Semoga kita mampu menjadi orang tua yang bijak
dalam membimbing, mendidik dan mengarahkan tumbuh kembang anak-anak kita.
Hentikan sebutan nakal untuk mendidik anak-anak.
0 comments:
Post a Comment