“Izinkanlah saya berkata kepada kalian, jika kalian melangkahkan kaki di atas jalan dakwah dengan perasaan yang lebih dingin daripada perasaan hati kalian terhadap istri-istri dan anak-anak kalian, maka percayalah, kalian akan pulang dengan kegagalan yang teramat besar, sehingga generasi-generasi yang akan datang tidak berani berpikir untuk berharokah seperti ini. Hendaknya kalian melihat kekuatan hati dan akhlak kalian sebelum berniat untuk melangkah lebih jauh.” (Al-Maududi, Tadzkiroh Du’atil Islam, hlm. 57-59)
Mendiagnosa penyakit
Yang pertama
harus dilakukan adalah mendiagnosa penyakit, karena tidak semua obat cocok
dengan penyakit yang di derita. Diagnosa yang benar akan menghasilkan obat yang
benar pula dan hal itu juga akan mempercepat kesembuhan.
Penyakit
harus diobati dengan kebalikannya
Suatu
penyakit yang membuat badan kesakitan, harus diobati dengan kebalikannya. Jika
badan terasa panas, maka harus diobati dengan yang dingin. Jika badan kedinginan
harus diobati dengan yang panas. Begitu akhlak-akhlak yang hina, yang termasuk
penyakit hati, harus diobati dengan kebalikannya. Penyakit kebodohan harus
diobati dengan ilmu, penyakit kikir harus diobati dengan kedermawanan, penyakit
takabur harus diobati dengan tawadhu’, penyakit rakus harus diobati dengan
menghentikan hal-hal yang menggugah nafsunya. (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidin,
hlm. 192 Penerbit Pustaka Al-Kautsar (1997))
Kekuatan
hasrat
Yang sangat
diperlukan orang yang melatih jiwanya sendiri adalah kekuatan hasrat. Selagi
dia maju mundur, tentu tidak akan berhasil. Selagi merasa hasratnya melemah,
maka dia harus bersabar. Jika hasratnya semakin merosot, maka dia harus
menghukumnyaagar tidak terulang, seperti kata seseorang kepada dirinya sendiri, “Mangapa engkau mengatakan sesuatu
yang tidak perlu? Akan kuhukum jiwamu dengan puasa.” (ibid, hlm. 192)
Zuhud dan
pendek angan-angan
Menurut Imam
Al Ghazali, sebab-sebab manusia panjang angan-angan dan lalai dari mengenal
Allah disebabkan oleh cinta dunia dan kebodohan. Ada seorang wanita yang
menghadap Aisyah ra menanyakan obat bagi orang yang sedang mengalami
kegelisahan. Maka Aisyah menjawab “Ingatlah mati”. Obat itu sungguh mujarab dan
beberapa waktu kemudian wanita itu kembali datang menghadap Aisyah dengan wajah
berseri-seri bahagia. (Al Ghazali, Metode
Menjemput Maut, hlm. 29, penerbit Mizan cet. IX (2001))
Apa yang disinyalir oleh Al Ghazali juga
dibenarkan oleh Imam Ibnul Qayyim. Beliau berkata, “Menyia-nyakan hati
disebabkan dari sikap yang lebih memprioritaskan kehidupan dunia daripada
akhirat, dan membiarkan waktu terbuang dengan anggapan esok masih ada (thulul
amal). Yang dimaksud dengan kerusakan secara menyeluruh adalah kerusakan
yang disebabkan memperturutkan hawa nafsu dan menganggap usianya masih panjang.
Sedangkan seluruh nilai kebaikan dan kesalehan disebabkan senantiasa mengikuti
petunjuk Allah dan bersiap diri untuk masa pertemuan dengan-Nya di akhirat.”
(Ibnul Qayyim al-Jauziah, al-Fawaid,
hlm. 112)
Hidup
bersama orang-orang yang taat
Agar hati ini mau lurus,
maka jalan pemaksaan yang lembut adalah hidup bersama orang-orang yang taat.
Imam Syafi’i berkata, “Setiap
orang pasti mempunyai orang yang ia cintai dan yang ia benci. Jika itu benar,
maka seharusnya seseorang selalu bersama orang-orang yang taat kepada Allah
Swt.” (Imam Nawawi, Bustanul Arifiin, hlm. 42)
Sebab tabiat itu bisa diibaratkan pencuri, yang bisa mencuri
kebaikan dan keburukan. Hal ini dikuatkan dengan sabda Rasulullah Saw.,
“Seseorang itu berada pada agama teman karibnya. Maka hendaklah salah seorang
di antara kalian melihat siapa yang menjadi temannya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi
dan Ahmad)
Apabila kita berbaur dengan orang-orang yang tidak sehat hatinya
(qolbun maridh wa qolbun mayyit) penyakit menyebar kemana-mana dan ilmu
pun hilang, obat hati dan penyakit hati sama-sama dibiarkan, manusia hanya
sekedar melakukan ibadah-ibadah zhahir, sedangkan di dalam batinnya hanya
sekedar tradisi. Inilah yang disebut tanda sumber penyakit. (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhajul Qashidin,
hlm. 193, Penerbit Pustaka Al Kautsar (1997))
Tiga
tempat menghidupkan hati
Ibnu Mas’ud
berkata kepada orang yang sedang gelisah hatinya, “Carilah hatimu di tiga
tempat (kesempatan): Saat mendengar ayat-ayat al-Quran dikumandangkan, di
majelis-majelis tempat orang berdzikir dan di saat engkau berada sendirian di
tempat sunyi. Jika tidak kamu dapatkan hatimu di tempat-tempat ini, maka
bermohonlah kepada Allah agar memberikan karunia hati, sebab pada dasarnya
engkau tidak mempunyai hati.” (Ibnul Qayyim al-Jauziah, al-Fawaid, hlm. 148)
Dzikrullah
Sahl bin
Abdullah berkata, “Saat itu aku masih berumur tiga tahun. Suatu malam aku
bangun dari tidur dan menunggui shalat pamanku, Muhammad bin Siwar. Suatu hari
paman berkata kepadaku, “Tidakkah engkau mengingat Allah yang telah menciptakan
dirimu?”
“Bagaimana aku mengingat-Nya?” Aku balik
bertanya.
Katakan di dalam hatimu tiga kali tanpa
menggerakkan lidah, ‘Allah besertaku. Allah melihatku. Allah menyaksikanku.’”
Jika malam hari aku mengucapkan di dalam hati
yang seperti itu, hingga dapat mengenal-Nya. Lalu paman berkata lagi kepadaku,
“Ucapkan yang seperti itu setiap malam sebelas kali!”
Maka kulakukan sarannya, sehingga di dalam
hati ada sesuatu yang terasa nikmat. Setahun kemudian paman berkata kepadaku,
“Jaga apa yang sudah kuajarkan kepadamu dan terus laksanakan hingga engkau
masuk ke liang kuburmu.”
Maka sarannya itu terus kulaksanakan hingga
aku benar-benar merasakan kenikmatan di dalam batinku. Kemudian paman berkata
kepadaku, “Wahai Sahl, siapa yang Allah besertanya, melihat dan menyaksikan
dirinya, maka mana mungkin dia akan mendurhakainya? Jauhilah kedurhakaan.”
Setelah itu aku melanjutkan perjalanan ke sekolah untuk menghafalkan Al-Quran,
yang saat itu umurku baru enam atau tujuh tahun. Setelah itu aku banyak
berpuasa, makan hanya dengan roti dan setiap malam mendirikan shalat. (Ibnu
Qudamah, Mukhtashar Minhajul
Qashidin, hlm. 200-201)
Puncak
kesembuhan
Puncak dari
kesembuhan hati ialah “merasakan di dalam hatinya bahwa Allah senantiasa
besertanya.” (Ibid, hlm. 201)
Perisai
Kesembuhan itu memang
diperlukan, namun ingatlah wahai sahabat, sesungguhnya setan itu tidak
jemu-jemunya menggoda manusia. Lindungilah hatimu itu dengan perisai yang dapat
melindunginya dari godaan-godaan setan, yaitu dengan “hidup menyendiri,
melakukan amal-amal yang bisa digunakan untuk melawan hawa nafsu, banyak
berdzikir dan membaca wirid.” (Ibid, hlm. 201)
mbaca wirid.” (Ibid,
hlm. 201)
#SPUBerbagi
0 comments:
Post a Comment