Saad
bin Abi Waqqash adalah salah seorang sahabat yang paling pertama memeluk Islam.
Hanya beberapa orang sahabat saja yang mendahuluinya. Abu Bakar ash-Shiddiq,
Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu ajma’in
merekala orangnya. Laki-laki Quraisy ini mengucapkan dua kalimat syahadat
ketika berusia 27 tahun. Di masa kemudian, ia menjadi tokoh utama di kalangan
sahabat. Dan termasuk 10 orang yang diberi kabar gembira sebagai penghuni surga.
Nasab Saad bin Abi Waqqash
Merupakan
bagian penting dalam rekam jejak seseorang adalah nasab keluarga. Keluarga
memiliki peran penting dalam pembentukan karakter seseorang. Ayah Saad adalah
anak dari seorang pembesar bani Zuhrah. Namanya Malik bin Wuhaib bin Abdi Manaf
bin Zuhrah bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik
bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin Mudhar
bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Adnan
adalah putra Nabi Ismail bin Ibrahim ‘alaihimassalam.
Malik,
ayah Saad, adalah anak paman Aminah binti Wahab, ibu Rasulullah ﷺ. Malik juga merupakan paman dari Hamzah bin
Abdul Muthalib dan Shafiyyah binti Abdul Muthalib. Sehingga nasab Saad termasuk
nasab yang terhormat dan mulia. Dan memiliki hubungan kekerabatan dengan Nabi ﷺ.
Ibunya
adalah Hamnah binti Sufyan bin Umayyah al-Akbar bin Abdu asy-Syams bin Abdu
Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murah bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin
Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Amir bin Ilyas bin
Mudhar bin Nizar bin Ma’d bin Adnan.
Ketika
Rasulullah ﷺ
sedang duduk-duduk bersama para sahabatnya, beliau memuji dan mencandai Saad
dengan mengatakan, “Ini pamanku, maka hendaklah seseorang memperlihatkan
pamannya kepadaku.” (HR. al-Hakim 6113 dan at-Tirmidzi 3752. At-Tirmidzi
mengatakan hadist ini hasan).
Masa Pertumbuhan
Saad
dilahirkan di Mekah, 23 tahun sebelum hijrah. Ia tumbuh dan terdidik di
lingkungan Quraisy. Bergaul bersama para pemuda Quraisy dan pemimpin-pemimpin
Arab. Sejak kecil, Saad gemar memanah dan membuat busur panah sendiri.
Kedatangan jamaah haji ke Mekah menambah khazanah pengetahuannya tentang dunia
luar. Dari mereka ia mengenal bahwa dunia itu tidak sama dan seragam.
Sebagaimana samanya warna pasir gurun dan gunung-gunung batu. Banyak
kepentingan dan tujuan yang mengisi kehidupan manusia.
Memeluk Islam
Mengenal
Islam sejak lahir adalah sebuah karunia yang besar. Karena hidayah yang mahal
harganya itu, Allah beri tanpa kita minta. Berbeda bagi mereka yang mengenal
Islam di tengah jalannya usia. Keadaan ini tentu lebih sulit. Banyak batu
sandungan dan pemikiran yang membingungkan.
Saad
bin Waqqash memeluk Islam saat berusia 17 tahun. Ia menyaksikan masa jahiliyah.
Abu Bakar ash-Shiddiq berperan besar mengenalkannya kepada agama tauhid ini. Ia
menyatakan keislamannya bersama orang yang didakwahi Abu Bakar: Utsman bin
Affan, Zubair bin al-Awwam, Abdurrahman bin Auf, dan Thalhah bin Ubaidillah.
Hanya tiga orang yang mendahului keislaman mereka.
Dipaksa Meninggalkan Islam
Ketika
Saad bin Abi Waqqash memeluk Islam, menerima risalah kerasulan Muhammad ﷺ, dan meninggalkan agama nenek moyangnya,
ibunya sangat menentangnya. Sang ibu ingin agar putranya kembali satu keyakinan
bersamanya. Menyembah berhala dan melestarikan ajaran leluhur.
Ibunya
mulai mogok makan dan minum untuk menarik simpati putranya yang sangat
menyayanginya. Ia baru akan makan dan minum kalau Saad meninggalkan agama baru
tersebut.
Setelah
beberapa lama, kondisi ibu Saad terlihat mengkhawatirkan. Keluarganya pun
memanggil Saad dan memperlihatkan keadaan ibunya yang sekarat. Pertemuan ini
seolah-olah hari perpisahan jelang kematian. Keluarganya berharap Saad iba
kepada ibunda.
Saad
menyaksikan kondisi ibunya yang begitu menderita. Namun keimanannya kepada Allah
dan Rasul-Nya berada di atas segalanya. Ia berkata, “Ibu… demi Allah,
seandainya ibu mempunyai 100 nyawa. Lalu satu per satu nyawa itu binasa. Aku
tidak akan meninggalkan agama ini sedikit pun. Makanlah wahai ibu.. jika ibu
menginginkannya. Jika tidak, itu juga pilihan ibu”.
Ibunya
pun menghentikan mogok makan dan minum. Ia sadar, kecintaan anaknya terhadap
agamanya tidak akan berubah dengan aksi mogok yang ia lakukan. Berkaitan dengan
persitiwa ini, Allah pun menurunkan sebuah ayat yang membenarkan sikap Saad bin
Abi Waqqash.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk
mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya
kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu
kerjakan.” (QS: Luqman | Ayat: 15).
Doanya Tidak Tertolak
Saad
bin Abi Waqqash adalah seorang sahabat Rasulullah ﷺ yang memiliki doa yang manjur dan mustajab.
Rasulullah ﷺ
meminta kepada Allah ﷻ agar
doa Saad menjadi doa yang mustajab tidak tertolak. Beliau ﷺ bersabda, “Ya Allah, tepatkan lemparan
panahnya dan kabulkanlah doanya.” (HR. al-Hakim, 3/ 500).
Doa
Rasulullah ﷺ ini
menjadikan Saad seorang prajurit pemanah yang hebat dan ahli ibadah yang
terkabul doanya.
Seorang Mujahid
Saad
bin Abi Waqqash adalah orang pertama dalam Islam yang melemparkan anak panah di
jalan Allah. Ia juga satu-satunya orang yang Rasulullah pernah menyebutkan kata
“tebusan” untuknya. Seperti dalam sabda beliau ﷺ dalam Perang Uhud: “Panahlah, wahai Saad…
Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Ali
bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu mengatakan, “Aku
tidak pernah mendengar Rasulullah ﷺ menebus seseorang dengan ayah dan ibunya
kecuali Saad. Sungguh dalam Perang Uhud aku mendengar Rasulullah mengatakan, “Panahlah,
wahai Saad… Tebusanmu adalah ayah dan ibuku.”( HR. at-Tirmidzi, no. 3755).
Dan
Saad sangat merasa terhormat dengan motivasi Rasulullah ﷺ ini.
Di
antara keistimewaan lain, yang ada pada diri Saad bin Abi Waqqash termasuk
seorang penunggang kuda yang paling berani di kalangan bangsa Arab dan di
antara kaum muslimin. Ia memiliki dua senjata yang luar biasa; panah dan doa.
Peperangan
besar yang pernah ia pimpin adalah Perang Qadisiyah. Sebuah perang legendaris
antara bangsa Arab Islam melawan Majusi Persia. 3000 pasukan kaum muslimin
beradapan dengan 100.000 lebih pasukan negara adidaya Persia bersenjata
lengkap. Prajurit Persia dipimpin oleh palingma mereka yang bernama Rustum.
Melaui Saad lah, Allah memberi kemanangan kepada kaum muslimin atas negara
adidaya Persia.
Umar Mengakui Amanahnya Dalam Memimpin
Umar
bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu pernah
mengamanahi Saad jabatan gubernur Irak. Sebuah wilayah besar dan penuh gejolak.
Suatu ketika rakyat Irak mengadukannya kepada Umar. Mereka menuduh Saad
bukanlah orang yang bagus dalam shalatnya. Permasalahan shalat bukanlah permasalahan
yang ringan bagi orang-orang yang mengetahui kedudukannya. Sehingga Umar pun
merespon laporan tersebut dengan memanggil Saad ke Madinah.
Mendengar
laporan tersebut, Saad tertawa. Kemudian ia menanggapi tuduhan tersebut dengan
mengatakan, “Demi Allah, sungguh aku shalat bersama mereka seperti shalatnya
Rasulullah. Kupanjangkan dua rakaat awal dan mempersingkat dua rakaat
terakhir”.
Mendengar
klarifikasi dari Saad, Umar memintanya kembali ke Irak. Akan tetapi Saad
menanggapinya dengan mengatakan, “Apakah engkau memerintahkanku kembali kepada
kaum yang menuduhku tidak beres dalam shalat?” Saad lebih senang tinggal di
Madinah dan Umar mengizinkannya.
Ketika
Umar ditikam, sebelum wafat ia memerintahkan enam orang sahabat yang diridhai
oleh Nabi ﷺ
-salah satunya Saad- untuk bermusyawarah memilih khalifah penggantinya. Umar
berkata, “Jika yang terpilih adalah Saad, maka dialah orangnya. Jika selainnya,
hendaklah meminta tolong (dalam pemerintahannya) kepada Saad”.
Sikap Saad Saat Terjadi Perselisihan Antara Ali dan Muawiyah
Saad
bin Abi Waqqash menjumpai perselisihan besar yang terjadi pada kaum muslimin.
Antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sufyan, radhiallahu ‘anhum ajma’in. Sikap Saad pada saat itu
adalah tidak memihak kelompok manapun. Ia juga memerintahkan keluarga adan
anak-anaknya untuk tidak mengabarkan berita apapun kepadanya.
Keponakannya,
Hisyam bin Utbah bin Abi Waqqash, berkata kepadanya, “Wahai paman, ini adalah
100.000 pedang (pasukan) yang menganggap Andalah yang berhak menjadi khalifah”.
Saad menjawab, “Aku ingin dari 100.000 pedang tersebut satu pedang saja. Jika
aku memukul seorang mukmin dengan pedang itu, maka ia tidak membahayakan. Jika
dipakai untuk memukul orang kafir (berjihad), maka ia mematikan”. Mendengar
jawaban pamannya, Hisyam paham bahwa pamannya, Saad bin Abi Waqqash sama sekali
tidak ingin ambil bagian dalam permasalahan ini. Ia pun pergi.
Wafat
Saad
bin Abi Waqqash termasuk sahabat yang berumur panjang. Ia juga dianugerahi
Allah ﷻ
harta yang banyak. Namun ketika akhir hayatnya, ia mengenakan pakaian dari wol.
Jenis kain yang dikenal murah kala itu. Ia berkata, “Kafani aku dengan kain
ini, karena pakaian inilah yang aku pakai saat memerangi orang-orang musyrik di
Perang Badar”.
Saad
wafat pada tahun 55 H. Ia adalah kaum muhajirin yang paling akhir wafatnya.
Semoga Allah meridhainya.
(Sumber: Nufitri Hadi
– KisahMuslim.com)
#SPUBerbagi
0 comments:
Post a Comment