Gencarnya promosi
pendidikan seks untuk di terapkan di sekolah-sekolah cukup membuat risau para
orang tua. Bagaimana tidak, karena cara penyampaian dan nilai-nilai acuan dasar
dalam pendidikan seks yang di terapkan itu sendiri sangat jauh berbeda dengan
nilai-nilai Islam.
Bahkan di barat pun, topik
ini menjadi perdebatan seru di gereja pada sekitar tahun 1969. Ada yang tidak
setuju, ada yang setuju. Pihak yang setuju dan dengan bangga mengaku masyarakat
yang modern. Padahal dalam Islam, pendidikan seks bukanlah hal yang baru,
Rasulullah SAW telah mengajarkannya dan mencontohkannya kepada kita. Namun
tujuan dan caranya berbeda dengan pemikiran barat.
Apakah tujuan pendidikan
seks itu menurut pandangan barat?
1. Menekankan
pentingnya kesetiaan terhadap pasangan.
Entah itu dalam
pernikahan, atau hanya zussamenleben (tinggal bersama),
ataupun pacaran.
2. Menghindari
kehamilan di usia remaja.
Maksudnya seks itu boleh
saja, tapi jangan sampai hamil. Karena akan menganggu konsentrasi sekolah jika
itu terjadi di usia remaja.
3. Agar anak
terhindar dari pelecehan seksual.
4. Mampu
menghindari hubungan seks jika tidak diinginkan atau seks yang tidak aman.
Jadi kalau tidak ingin
berhubungan seks dengan orang itu, jangan segan-segan menolak. Tapi kalau suka
sama suka, tidak apa-apa, tapi jangan lupa, seks yang aman. (Aman = jangan
sampai hamil, jangan sampai terinfeksi penyakit yang di tularkan akibat hubungan
seks yang tidak aman)
5. Keuntungan
menunda hubungan seks.
Menunda bukan sampai
pernikahan, lho. Maksudnya saat mereka sudah siap dan benar-benar menyukai
orang itu.
Begitulah dangkalnya
tujuan pendidikan seks barat yang di ajarkan di sekolah-sekolah. Bersamaan
dengan itu pula media-media yang bebas dengan pertunjukan aurat, eksplorisasi
tubuh-tubuh wanita dan pria. Orang-orang berlomba untuk memperlihatkan
auratnya, film-film remaja, acara olahraga dan iklan yang selalu tak jauh dari
seks. Seakan kalau tidak ada unsur seks, tidak mantap, tidak laku, tidak
menarik.
Kalau kondisinya seperti
itu, mampukah untuk mencapai walau hanya salah satu tujuan pendidikan seks
seperti yang disebutkan di atas?
Itulah mengapa sampai
sekarang barat tidak pernah mencapai walau hanya salah satu di antara tujuan
tersebut. Bukan hanya tidak mampu mencapai salah satu tujuan tersebut, bahkan
lebih parah. Kondisi yang semula ‘hanya’ dalam batas seks bebas, atau hamil di
luar nikah, kini makin buruk dengan pelecehan seksual pada anak-anak di bawah
umur, entah pada anak lelaki atau perempuan, pernikahan homoseksual sudah
menjalar ke mana-mana dan menjadi trend, bahkan sampai lingkungan gereja-gereja
mereka. Dan satu lagi yaitu sex trafficker, menculik dan
mempekerjakan sebagai buruh seks dengan tidak pandang bulu dari usia anak-anak
sampai remaja, laki-laki atau perempuan. Hal ini menjadi masalah yang mencuat
pada beberapa tahun terakhir ini. Naudzubillahimindzalik…
Dan bagaimanakah Indonesia
yang mengaku Islam tetapi selalu mengelu-elukan pemikiran barat?
Selama kita meninggalkan
hukum-hukum Islam dan mengikuti gaya mereka, masyarakat kita akan jatuh pada
kehancuran. Lihat saja, kerusakan yang ada di barat sana telah menjalar ke
Indonesia. Pelecehan seksual di bawah umur, homoseksual, pertunjukan aurat
berdalih seni, yang kesemua itu menghasilkan masalah baru, sex
trafficker.
Pemikiran barat yang dielu
elukan sebagai kemajuan masyarakat modern yang melahirkan perkawinan sesama
jenis, pergaulan bebas, pakaian yang tidak mempedulikan aurat, sebenarnya
adalah kemunduran peradaban menuju masyarakat jahiliyah seperti zamannya
kaum-kaum sebelum diutus nabi-nabi dahulu.
Sex education di barat yang diajarkan di
sekolah-sekolah mereka dengan membicarakan seks secara vulgar, pemeragaan
alat-alat pencegah kehamilan di depan siswa, dan lain-lain, dipandang sebagai
suatu kebanggaan oleh pihak barat atas kemajuan peradaban mereka.
Padahal seringkali akibat
yang timbul adalah sebaliknya, siswa-siswa sekolah dasar mereka terangsang untuk
menyalahgunakan masalah sex tersebut. Ini terungkap dalam berbagai surat kabar
mereka.
Sekarang, mari kita lihat
tujuan dan cara penyampaian pendidikan seks untuk anak secara Islam yang saya
rangkum dan tambahkan dari buku ’50 Pedoman Mendidik Anak Menjadi Shalih ‘karya
Drs. M. Thalib.
Tujuan pendidikan seks
dalam Islam adalah untuk menjaga keselamatan dan kehormatan serta kesucian
anak-anak kita di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian .baik anak
laki-laki maupun perempuan akan terjaga akhlak dan agamanya sampai
masing-masing memasuki jenjang keluarga dengan bersih dan selamat.
Pola pendidikan seksual
dalam Islam yang praktis di berikan oleh orang tua kepada anaknya tidaklah
melalui metode pembahasan lisan yang menghilangkan rasa malu manusia. Metode
pendidikan kenabian yang sejalan dengan fitrah manusia yang malu membicarakan
hal-hal yang seronok, karena berdampak menggusur secara bertahap kepekaan
terhadap nilai-nilai akhlak yang luhur.
Ini berbeda dengan metode
barat yang penuh dengan muatan seronok dalam pendidikan seksual. Karena
rangsangan seksual itu tidak memerlukan pembicaraan, Namun timbul karena
terlihatnya bagian-bagian yang merangsang dari lawan jenisnya. Karena itulah
Islam melakukan pencegahan sedini mungkin agar rangsangan yang bersifat
naluriah itu tidak mengakibatkan bahaya bagi anak-anak.
Cara-cara pengajaran
pendidikan seksual Islam yang diajarkan Rasulullah SAW antara lain adalah pemisahan
tempat tidur.
Rasulullah SAW.bersabda:
“Suruhlah anak-anakmu
shalat ketika mereka berumur tujuh tahun, dan pukullah mereka (tanpa
menyakitkan jika tidak mau shalat) ketika mereka berumur sepuluh tahun; dan
pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud)
Pada umur tertentu
anak-anak telah mempunyai kesanggupan untuk menyadari perbedaan kelamin. Hal
ini umumnya dicapai oleh anak-anak yang telah berumur 10 tahun. Umur inilah
yang disebut sinnut tamyiz.
Perintah Rasulullah SAW
untuk melakukan pemisahan tempat tidur ini secara praktis membangkitkan
kesadaran pada anak-anak tentang status perbedaan kelamin. Cara semacam ini di
samping memelihara nilai akhlaq sekaligus mendidik anak mengetahui batas
pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
‘Mencegah kerusakan harus
didahulukan dari pada mendapatkan keuntungan ‘. Keuntungan membiarkan anak
laki-laki dan perempuan sekamar tidur tidak ada. Tetapi kerugiannya jelas
besar. Yaitu kemungkinannya terjadi pelanggaran keasusilaan secara Islam.
Dengan demikian hukum
memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan adalah wajib.
Karena jika dua orang berlainan
jenis bersentuhan dalam suasana sepi dan tak ada orang lain yang mengawasinya,
maka akan timbul rangsangan birahi.
Dalam kenyataan sering
terjadi perzinahan antara saudara kandung karena mereka sekamar tidur. Pada
saat-saat puncak dorongan seksual tinggi, sulit untuk mengendalikan akhlaq dan
iman yang bersangkutan untuk mencegah terjadinya pelanggaran.
Banyaknya kejadian di
tengah masyarakat mengenai kasus perzinaan saudara sekandung cukup menjadi
pelajaran bagi orang tua untuk menyadari pentingnya menaati ketentuan agama.
Sudah pasti kejadian seperti itu tidak dapat diatasi dengan cara apapun, yang
ada hanya penyesalan dan kerugian pada anak putri untuk selama hidupnya.
Jika ternyata perzinaan
mereka membuahkan anak, betapa besar kehancuran mental dan akhlaq putra-putri
kita yang terlibat di dalamnya. Untuk mencegah kejadian semacam itulah orang
tua tidak seharusnya menunda-nunda pelaksanaan pemisahan tempat tidur antara
putra-putrinya ketika batas umur mereka mencapai 10 tahun.
Walaupun 2 anak laki-laki
berada dalam satu kamar tidur, tapi pisahkanlah selimutnya. Satu selimut hanya
untuk satu orang.
Sekarang bagaimana jika
orang tua mempunyai banyak anak dan kamar tidur yang tersedia tidak cukup untuk
pemisahan tempat tidur antara anak laki-laki dan perempuan.
Misalnya anak nya 5 orang
sedang rumahnya hanya terdiri dari 2 kamar. Pemecahan sementara hendaklah
anak-anak perempuan tidur di dalam kamar dan anak laki-laki tidur di ruang tamu
atau ruang makan. Mereka tidak boleh tidur sekamar dengan alasan kamar kurang.
Anak laki-laki harus diberi pengertian agar mengalah kepada saudara-saudara
perempuannya.
Dengan pemisahan tempat
tidur, mereka dapat menyadari perbedaan jenis kelamin dan batasan-batasan
dengan lawan jenis serta mampu menerapkannya dalam pergaulan. Sehingga dapat
mencegah pula hal-hal yang tidak diinginkan dalam pergaulan dengan lawan jenis.
Mengenalkan batasan aurat
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, Kata ‘aurat’ berasal dari
bahasa Arab, artinya yang tercela kalau tampak. Bila bagian tertentu dari tubuh
manusia terbuka dan terlihat orang lain, maka yang bersangkutan merasa malu.
Rasa malu ialah rasa
terhina atau di rendahkan kehormatannya oleh orang lain karena berbuat sesuatu
yang kurang baik. Karena itu, bagian tertentu yang menimbulkan perasaan terhina
kalau diketahui orang lain ini oleh agama dinamakan aurat.
Batas aurat hanya ada pada
manusia dan tidak berlaku pada hewan. Hewan tidak memiliki rasa malu, karena
bagian tubuh tertentunya terbuka sehingga terlihat oleh siapa saja. Karena itu,
manusia yang tidak mempedulikan aurat sama saja dengan hewan-hewan yang
berkeliaran di sekelilingnya, baik yang jinak maupun yang buas.
Mengapa manusia harus
memahami ketentuan aurat? Karena hanya manusia yang membutuhkan pakaian dan
perhiasan untuk menutupi tubuhnya.
Masalah batas aurat
merupakan ketentuan agama yang tidak dapat direkayasa oleh ide dan gagasan
manusia sendiri, apalagi manusia yang tidak mengenal tanggung jawab kehidupan
akhirat.
Setiap orang berkewajiban
untuk memanusiakan martabat dirinya dengan mengikuti konsep aurat yang telah
ditetapkan dalam Islam.
Aurat dalam Islam terbagi
2 yaitu Aurat Sughra, aurat yang wajib di tutup dari pandangan
orang-orang yang haram melihat dirinya. Bagi wanita batas aurat sughra adalah
seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan. Bagi laki-laki aurat
sughranya adalah batas antara lutut sampai pusat. Dan aurat kubra, aurat
khusus bagi laki-laki dan perempuan. Aurat kubra nya laki-laki dan perempuan
adalah kemaluan.
Orang tua berkewajiban
menyuruh anak-anak putrinya menutup aurat sughranya. Yaitu seluruh badannya
kecuali muka dan telapak tangan.
“Wahai Nabi, katakanlah
kepada istri-istrimu, putri-putrimu, istri-istri orang –orang mukminin, supaya
mereka menutupkan baju kurung mereka ke seluruh tubuh, demikian itu adalah agar
mereka lebih dikenal, supaya mereka tidak diganggu…” (QS. Al Ahzab, 33; ayat 59).
Ayat di atas ditujukan
kepada keluarga Nabi saw dan seluruh istri orang-orang mukmin. Jelas sekali
semakin tinggi kedudukan seseorang di lingkungan masyarakatnya, para wanitanya
harus lebih mendisiplinkan diri dalam menggunakan pakaian penutup auratnya.
Pakaian penutup aurat semacam itulah yang disebut pakaian taqwa…
Surat An Nur ayat 31:
Katakanlah pada
wanita-wanita beriman, hendaklah mereka menundukkan pandangan mereka dan
memelihara kemaluan- kemaluan mereka. Janganlah mereka memperlihatkan
perhiasan-perhiasan mereka, kecuali yang tampak. Dan hendaklah mereka
menutupkan kerudung mereka pada dada-dada mereka. Dan janganlah memperlihatkan
perhiasan mereka, kecuali pada suami-suami mereka…”
Persoalan pakaian pada
ayat ini sudah ditegaskan bahwa wanita wajib menutup seluruh badannya, kecuali
yang tampak, atau yang biasa terlihat. Pengertian bagian
yang biasa terlihat ini tidak dapat kita tafsirkan dengan selera dan
kemauan kita sendiri atau mengikuti tradisi lingkungan dan kebudayaan setempat.
Hal ini juga tidak bisa di
tafsirkan berdasarkan pertimbangan estetika, keserasian berpakaian, dan mode.
Karena persoalan ini berkenaan dengan syariat agama, bukan tradisi dan
kebudayaan, apalagi estetika dan mode.
Tanggung jawab orang tua,
baik ibu atau bapak, mendidik anak-anak perempuannya untuk berpakaian taqwa
atau mengenakan jilbab. Dan dengan membiasakan anak-anak perempuan mematuhi
pakaian takwa sejak dini, kelak setelah dewasa mereka tidak merasa berat untuk
mematuhi syariat agamanya.
Janganlah anak-anak yang
telah baligh dibiarkan berpakaian sesuka hati berpakaian dengan dada terlihat,
leher terbuka, dan terlihat pahanya ke bawah. Orang tua yang membiarkan
putrinya berpakaian semacam ini berarti telah berbuat dosa dan durhaka terhadap
Allah.
Menfilter acara-acara TV
atau film kartun yang bermuatan seks.
Tontonan anak-anak zaman
sekarang, bahkan mainan pun tak lepas pada hal yang menjurus zina dan muatan
seks. Seperti boneka Barbie, cerita Princess-Princess
Disney, atau kartun lainnya, orangtua harus jeli dan peka terhadap
nilai-nilai yang bisa menjerumuskan anaknya. Jika tidak, sama saja dengan
mengenalkan anak usia dini pada hal-hal yang mendekati zina. Dan itu akan
terekam di otak sang anak yang akan membuat anak menjadi ‘biasa’ dengan hal-hal
yang mendekati zina. Tidak ada perasaan malu atau terlalu biasa dengan hal-hal
tersebut akan memberatkan si anak saat ia harus di hadapkan dengan kewajiban
menjaga batasan-batasan aurat saat baligh nanti. Berbeda halnya dengan anak
yang dijaga sedari kecil dari nilai-nilai di sekelilingnya dan terus dididik
dalam nilai Islam, saat baligh, akan lebih mudah dan ringan dalam menjalankan
syariat syariat Islam mengenai batasan aurat dan pergaulan.
Jadi menfilter tontonan
anak dan mendampingi anak saat menonton TV adalah salah satu solusi. Selain
bisa memantau nilai yang didapat anak dari luar juga bisa membuka komunikasi
antar anak orang tua.
Dengan memahami ketentuan
aurat dan menerapkannya, anak-anak akan menyadari perbedaan jenis kelamin,
menjaga kehormatannya, bisa menghargai dirinya dan tahu privasi tubuhnya. Hal
ini akan sangat berguna bagi anak-anak kita untuk mengenali dan menghindari
pelecehan seksual, menghindari pergaulan bebas antar jenis, menjaga kesuciannya
sampai jenjang pernikahan, dan bisa menjadi istri shalihah kelak yang bisa
menjaga kehormatan dan kesucian dirinya dan keluarganya.
Begitu pula dengan anak
laki-laki. Dengan memahami ketentuan aurat dan menerapkannya, insya Allah akan
sangat berguna untuk mengenali bagian privasi tubuhnya sehingga dapat mengenali
dan menghindari pelecehan seksual, menjaga kehormatan diri, menjaga
pandangannya, menghormati wanita sebagai manusia yang sama derajatnya, bukan
memanfaatkannya menjadi suatu bahan eksploitasi murahan. Sehingga saatnya nanti
ia akan bisa menjaga kehormatan keluarganya, menjaga kehormatan dan kesucian
istrinya dan anak-anaknya.
Dengan demikian baik anak-
laki-laki maupun perempuan, akan terjaga akhlaq dan agamanya sampai
masing-masing memasuki jenjang keluarga dengan bersih dan selamat.
Begitulah pendidikan seks
untuk anak-anak dalam Islam yang di ajarkan secara praktis dan alami sejak usia
dini.
(Sumber : dakwatuna.com)
#SPUBerbagi
0 comments:
Post a Comment