Beliau adalah
Sulaiman al-Qonuni bin Salim, orang-orang Barat mengenalnya dengan Sulaiman
yang agung atau Suleiman the Magnificent. Ia adalah salah satu sultan yang
termasyhur dari kerajaan Turki Utsmani. Pemerintahannya berlangsung selama 48
tahun, dimulai dari tahun 926 H hingga 974 H. Dengan demikian, ia adalah sultan
terlama dibanding sultan-sultan lainnya yang memerintah kerajaan Turki
tersebut.
Selama memerintah
negara kekhalifahan Utsmani, ia berhasil menjadikan kerajaan ini begitu kuat
dan berkuasa. Hal itu sangat tampak pada batas-batas wilayah Utsmani, yang
luasnya belum pernah disaksikan pada masa sebelumnya. Kekuasaannya terbentang
ke penjuru negeri dan pengaruhnya meliputi seluruh dunia, tidak heran jika ia
menjadi penguasa dunia. Perkataannya didengarkan oleh seluruh negeri dan
kerajaan lainnya. Menajemen dan tata perundangan kerajaannya begitu modern,
tanpa menyelisihi syariat Islam yang memang dijaga, dimuliakan, dan dipegang
teguh oleh keluarga Utsmani di setiap wilayah kekuasaan mereka. Ilmu
pengetahuan dan sastra begitu maju serta arsitektur dan pembangunan begitu
berkembang.
Masa Pertumbuhan
dan Awal Pemerintahan
Ayah Sultan
Sulaiman adalah Sultan Salim I dan ibunya bernama Hafshah. Sultan Sulaiman
dilahirkan di Kota Trabzon tahun 900 H bertepatan dengan 1495 M. Saat ia
dilahirkan, sang ayah menjabat amir daerah Trabzon. Ayahnya memberikan
perhatian yang begitu besar padanya. Sedari kecil, ia dididik untuk mencintai
ilmu dan sastra, mencintai ulama, ahli fikih, dan sastrawan. Sulaiman kecil
dikenal sebagai seorang anak yang tekun dan memiliki kesungguhan.
Kota
Trabzon, kota kelahiran Sultan Sulaiman. Terletak di wilayah tenggara Republik
Turki.
Tatkala ayahnya
wafat pada 9 Syawal 926 H atau 22 September 1520 M, Sulaiman diangkat menjadi
raja yang baru menggantikan ayahnya. Saat itulah secara langsung ia memegang
urusan negara dan memainkan peranan utama dalam perpolitikannya. Di awal
pelatikannya, ia membuka khotbahnya dengan membaca ayat,
Sesungguhnya
surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Naml: 30).
Dalam masa
pemerintahannya, Sultan Sulaiman benar-benar total memenuhi hari-harinya untuk
bertanggungjawab sebagai kepala negara.
Di awal
pemerintahannya, ia berhasil memperluas pengaruh kerajaan, mengalahkan pihak
asing yang hendak mencampuri urusan kerajaan, dan menertibkan wilayah yang hendak
melepaskan diri dari otoritas Utsmani. Mereka mengira karena usia Sultan
Sulaiman yang masih sangat muda, 26 tahun, merupakan kesempatan yang tepat
untuk mewujudkan ambisi dan keinginan mereka. Ternyata tidak semudah apa yang
mereka sangka. Di usia belianya, Sultan Sulaiman sudah memiliki kekuatan dan
kematangan dalam memimpin.
Sultan Sulaiman
berhasil memadamkan api pemberontakan yang dikobarkan oleh Janbirdi al-Ghazali
di Syam, Ahmad Basya di Mesir, dan seorang Syiah yang bernama Qulandar Jalabi
di daerah Konya dan Kahramanmaraş. Qulandar mengerahkan 30.000 pengikutnya
untuk mengadakan revolusi, menggulingkan kerajaan.
Jihad Mengusir
Penjajah Eropa di Timur Tengah
Pada masa
pemerintahan Sultan Sulaiman, terjadi beberapa kali peperangan. Hal tersebut berkonsekuensi
menjadikan wilayah kekuasaan kerajaan Utsmani kian luas hingga mencapai Eropa,
Asia, dan Afrika. Pada tahun 927 H/1521 M, Utsmani berhasil menguasai wilayah
Belgrade (ibu kota Serbia sekarang). Tahun 935 H/1529 pasukan Utsmani mengepung
Kota Vienna (ibu kota Austria sekarang) walaupun tidak berhasil menguasainya.
Di kesempatan berikutnya upaya menaklukkan Vienna kembali dilakukan, namun
hasilnya tetap sama. Kemudian Budapest, ibu kota Hungaria menjadi salah satu
propinsi Utsmani.
Wilayah
kekuasaan Turki Utsmani
Di Asia, Sultan
Sulaiman menghadapi tiga kali peperangan besar dengan negara Syiah, Kerajaan
Shafawi. Dimulai pada tahun 941 H/1534 M yang mengakibatkan Irak menjadi bagian
dari Daulah Utsmaniyah. Kemudian tahun 955 H/1548 M, Tabriz (wilayah Iran)
menjadi bagian dari Utsmani. Dan pada tahun 962 H/1555 M, Sultan Sulaiman
berhasil memaksa Shah Tahmasp I (Raja Iran) untuk mengikat perjanjian
perdamaian sekaligus menjadikan Utsmani berkuasa penuh atas Arywan, Tabriz, dan
Anatolia.
Sultan Sulaiman
juga menghadapi Portugal di Samudera Hindia dan Teluk Arab. Pada tahun 953
H/1546, Yaman, Oman, Ahsa, dan Qatar menjadi propinsi-propinsi Daulah Utsmani.
Hal ini menyebabkan semakin kecilnya pengaruh Portugal di Timur Tengah.
Di Afrika, Libia,
sebagian besar Tunisia, Eritria, Jibouti, dan Shomalia menjadi bagian wilayah
Turki Utsmani di masa pemerintahan Sultan Sulaiman al-Qonuni.
Pembangunan
Maritim Utsmani
Pembangunan
maritim Utsmani mulai dirintis dan mengalami pertumbuhan pesat pada masa
pemerintahan Sultan Bayazid II. Angkatan laut kerajaan memiliki tanggung jawab
besar dalam menjaga kedaulatan laut kerajaan. Pada masa Sultan Sulaiman,
kekuatan maritim pun kian diperkokoh. Dengan panglima angkatan laut yang
terkenal Khoiruddin Barbarosa, yang dicitrakan Barat sebagai seorang bajak
laut. Barbarosa adalah seorang panglima angkatan laut Utsmani yang tangguh. Ia
berhasil menguasai pantai Spanyol dan menghancurkan angkatan laut Pasukan Salib
di Laut Mediterania.
Khoiruddin
Barbarosa memiliki peranan yang signifikan dalam membantu Sultan Sulaiman
menghadapi orang-orang Spanyol dan menyelamatkan ribuan muslim Spanyol dari
kekejaman Kristen Eropa. Pada tahun 935 H/ 1529 M, kapal-kapal laut Utsmani
diberangkatkan menuju pesisir Spanyol untuk mengangkut sekitar 7000 muslim
Spanyol yang diburu oleh pemerintah Kristen Spanyol untuk dibunuh, dipaksa
memeluk Kristen, atau dijadikan budak.
Sultan juga
mempercayakan Khoiruddin Barbarosa dalam menghadapi serangan orang-orang
Spanyol di Laut Mediterania. Spanyol menderita kerugian yang sangat besar
karena kalah dalam pertempuran tersebut. Dan penderitaan terbesar aliansi
Kristen adalah dalam Perang Preveza pada tahun 945 H/1538 M.
Khoiruddin
Barbarosa juga berperan dalam kerja sama militer dengan Prancis saat membebaskan
Kota Nice pada tahun 950 H/1543 M. Hasil dari kerja sama ini adalah Utsmani
diberikan kekuasaan atas kota pelabuhan Toulon. Dan Kota Toulon pun menjadi
basis militer dan pelabuhan Kerajaan Utsmani di Laut Mediterania bagian barat.
Perkembangan
Daulah Utsmaniyah di Masa Sultan Sulaiman
Kekuasaan Utsmani
kian meluas hingga mencapai Laut Merah karena mereka berhasil mengusir
orang-orang Portugal dari wilayah tersebut. Di Afrika, Habasyah pun menjadi
bagian dari Utsmani. Dengan demikian, jalur-jalur perdagangan antara Asia dan
dunia Barat melewati negara Islam Turki Utsmani.
– Perkembangan
Peradaban
Selain sebagai
kepala negara, Sultan Sulaiman al-Qonuni adalah seorang yang mahir dalam
menggubah syair, menulis kaligrafi, dan mengusai beberapa bahsa timur, seperti
bahasa Arab. Ia juga suka dengan batu mulia, arsitektur, dan kontruksi
bangunan. Hal ini berdampak pada pembangunan di kerajaannya.
Ia membangun
beberapa bangunan utama seperti benteng di Rhodes, Belgrade, dan di wilayah
Iran. Ia juga membangun masjid-masjid di wilayah Aden, Yaman, dan al-Qanatir
al-Khayriyya, Mesir serta di berbagai penjuru wilayah Turki Utsmani. Khususnya
di Damaskus, Mekah, dan Baghdad. Ia juga menunjukkan seni arsitektur pada
bangunan-bangunan di ibu kota dan berbagai daerah.
Seorang sejarawan
yang bernama Jamaluddin Falih al-Kailani mengatakan bahwa masa Sultan Sulaiman
al-Qonuni merupakan masa keemasan Daulah Utsmani. Karena pada masanya Turki
Utsmani menjadi satu-satunya negara adidaya di muka bumi dan memiliki dominasi
kekuasaan di Laut Mediterania.
Masjid
Sultan Sulaiman di Istanbul, Turki.
Pada masanya juga
muncul arsitek-arsitek ulung dalam sejarah Islam, seperti Sinan Basya yang
berperan besar dalam pembangunan-pembangunan Kerajaan Turki Utsmani. Ia juga
yang memberikan sentuhan khas akan arsitektur Utsmani. Sehingga orang dengan
mudah mengenal bangunan-bangunan Utsmani. Arsitek lainnya adalah Mimar Sinan.
Ia membangun Masjid Sulaiman al-Qonuni atau dikenal juga dengan Jami’
as-Sulaimaniyah di Istanbul, pada tahun 964 H/1557 M. Ini adalah salah satu
bangunan terbaik yang dibangun oleh seorang arsitek Islam yang bernama Mimar
Sinan.
Selain kemajuan
dalam bidang politik dan sosial kultural, seni kaligrafi pun mencapai puncak
kemajuannya di zaman Sultan Sulaiman. Banyak ahli kaligrafi terkenal yang
muncul di zamannya. Sebut saja Hasan Effendi Chalibi al-Qarah Hashari yang
membuat kaligrafi-kaligrafi di Jami’ as-Sulaiman. Ada juga Ahmad bin Qarah
Hashari penulis Rawa-i’ al-Khoththi al-Arabi wa al-Fanni ar-Rafi’.
Demikian juga bermunculan ulama-ulama.
– Perkembangan
Perundang-Undangan dan Administrasi
Sultan Sulaiman
al-Qonuni menyusun tata perundangan dengan berdiskusi bersama Syaikh Abu
as-Suud Effendi. Ia berusaha agar tata perundangan yang ia rancang tidak
melenceng dari garis-garis yang dibataskan syariat Islam. Undang-undang
tersebut dikenal dengan Qanun Namuhu Sulthan Sulaiman atau Undang-Undang Sultan
Sulaiman. Undang-undang yang ia susun ini diterapkan hingga abad ke-13 H atau
abad ke-19 M.
Karena
konsistennya Sultan Sulaiman dalam menerapkan undang-undang yang ia susun, ia
pun dilaqobi dengan al-Qonuni. Oleh karena itu, gelar-gelar yang diberikan
orang-orang Eropa kepada Sultan Sulaiman seperti The Magnificent dan The
Great, tidak memiliki pengaruh dan kesan yang mendalam dibanding laqob
al-Qonuni. Karena laqob ini menunjukkan keadilan sang sultan dalam memerintah.
Dengan luasnya
wilayah kekuasaan Turki Utsmani, kerajaan ini juga mengimbanginya dengan
administrasi yang rapi dan tertata.
Wafatnya Sultan
Sulaiman
Di penghujung usianya,
Sultan Sulaiman menderita sakit encok, sehingga membuatnya tidak bisa lagi
mengendarai kuda. Dan beliau memiliki usia yang cukup panjang, mencapai 74
tahun.
Saat ia
mengetahui orang-orang Kristen Eropa, berada di garis perbatasan negeri kaum
mslimin, Sultan Sulaiman tetap berdiri, berjihad memimpin pasukannya, padahal
saat itu beliau sedang menderita sakit yang cukup parah.
Ia berangkat pada
tanggal 9 Syawal 973 H/29 April 1566 M. Saat sampai di Kota Szigetvár,
Hungaria, sakit yang beliau derita pun bertambah parah. Sebelumnya, dokter
kerajaan telah menasihatinya agar tidak berangkat ke medan jihad, dengan
harapan sakit yang ia derita dapat sedikit reda atau bahkan sembuh total. Namun
beliau menjawab dengan jawaban yang diingat oleh sejarah, ia berkata, “Aku
lebih senang wafat dalam keadaan berjihad di jalan Allah”.
Monumen
persaudaraan antara Turki dan Hungaria yang dibangun di Kota Szigetvár. Tampak
patung Sultan Sulaiman dan Nikola Zrinski.
Saat terjadi Perang Szigetvár, Zrinski hampir kehilangan seluruh pasukannya.
Saat terjadi Perang Szigetvár, Zrinski hampir kehilangan seluruh pasukannya.
Sultan pun
mengepung Kota Szigetvár. Setelah dua minggu mengepung, sampailah pasukan Islam
di garis depan, dan pertempuran pun pecah. Cuaca yang dingin, kekuatan besar
Kristen dan semangat tinggi mereka untuk mempertahankan benteng, menjadikan
perang itu sebagai perang terberat yang dihadapi umat Islam.
Peperangan dan
pengepungan terus berlangsung hingga genap 5 bulan. Kekhawatiran kaum muslimin
pun kian meningkat karena sulitnya menaklukkan benteng Szigetvár ini. Di sisi
lain, sakit sultan bertambah parah, dan ia merasakan bahwa ajalnya telah dekat.
Sultan pun merendahkan dirinya kepada Allah Ta’ala, ia berkata, “Ya
Allah penguasa sekalian alam, berilah kemenangan kepada hamba-hamba-Mu, umat
Islam, tolonglah mereka, dan berilah nyala api pada orang-orang kafir ini”.
Allah Ta’ala mengabulkan
doa Sultan Sulaiman. Salah satu peluru meriam umat Islam menghatam gudang mesiu
orang-orang kafir. Ledakan dahsyat pun terjadi. Benteng mereka pun jebol. Umat
Islam pun menyerang mereka habis-habisan. Dan pada akhirnya, bendera
Sulaimaniyah berhasil berkibar di puncak benteng.
Betapa gembiranya
sultan dengan kemenangan tersebut. Ia memuji Allah atas nikmat yang agung ini.
Lalu ia berkata, “Sekarang, selamat datang wahai kematian. Selamat datang
kebahagian (kemenangan) dan (semoga) kemenangan yang abadi. Berbahagialah jiwa
yang ridha dan diridhai. Yaitu mereka yang Allah ridhai dan mereka juga ridha
kepada Allah”.
Ruh sang sultan
pun beranjak, pergi meninggalkan jasadnya pada tanggal 20 Shafar 974 H/5 September
1566 M. Semoga Allah menempatkan di surga yang penuh dengan kebahagiaan.
Kabar wafatnya
Sultan Sulaiman, disampaikan Muhammad Basya kepada putra mahkota Sultan Salim
II. Sultan Salim II berangkat menuju Szigetvár untuk menjemput sang ayah,
kembali menuju Istanbul. Hari itu adalah hari yang penuh duka cita, umat Islam
merasakan kesedihan dan kehilangan yang sangat mendalam. Adapun orang-orang
Kristen Eropa merasakan kegembiraan yang begitu besar atas wafatnya Sultan
Sulaiman, melebihi kegembiraan mereka atas wafatnya Sultan Bayazid I dan
Muhammad al-Fatih. Mereka dentangkan lonceng-lonceng gereja mereka karena
gembira dengan wafatnya sang mujahid.
(Sumber
: islamstory.com – kisahmuslim.com)
#SPUBerbagi
0 comments:
Post a Comment