Thursday, 26 March 2015





Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda :
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tetangga. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Penjelasan :

Hubungan antar anggota masyarakat
Manusia hidup di dunia ini berbaur dengan manusia lain. Satu sama lain saling berhubungan, saling membutuhkan. Islam berusaha agar hubungan tersebut terjalin dengan baik dan benar. Hal ini akan terealisasi jika ada adab pergaulan, seperti perkataan yang baik, menjamu tamu dengan baik, dsb.

Membatasi diri untuk berkata yang baik adalah tanda kesempurnaan iman seseorang
Tanda kesempurnaan iman seseorang adalah membatasi diri berbicara yang bermanfaat, tentang urusan dunia maupun akhirat dan hal-hal yang membawa manfaat bagi kemaslahatan masyarakat. Seorang muslim tidak akan berbicara tentang hal yang menyakitkan orang lain dan berbuat kerusakan, karena hal tersebut dibenci Allah swt.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam sanadnya dari Anas ra, bahwa Nabi saw, bersabda,”Tidak akan lurus (benar) keimanan seseorang, sehingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seseorang sehingga lisannya lurus.”
Ath Thabrani meriwayatkan dari Anas ra, bahwa Nabi saw, bersabda,”Seorang hamba tidak akan mencapai hakikat iman, sehingga ia menjaga lisannya.”

Banyak bicara yang tidak manfaat penyebab kehancuran
Seorang muslim, jika bicara hendaklah  berpikir terlebih dahulu, apakah ucapannya berupa kebaikan yang dapat mendatangkan pahala ataukah keburukan yang dapat menghancurkan. Setiap lafadz yang diucapkan akan dihisab, mendapat pahala atau siksa. Allah swt berfirman, “Tiada suatu ucapan yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf :18)
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda, “Seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai Allah swt. Ia tidak begitu memperhitungkan kata tersebut, akan tetapi satu kata itu sangat berharga di sisi Allah. Seseorang mengucapkan satu kata yang dibenci Allah swt. Ia tidak begitu memperhitungkan kata tersebut, akan tetapi satu kata itu menyebabkannya masuk neraka.” (HR. Bukhari).
Hadits yang diriwayatkan Mu’adz bin Jabal ra, “Tidaklah manusia terjerumus ke dalam neraka kecuali karena perkataannya.”

Adab berbicara
·         Seorang muslim hendaknya berbicara yang mendatangkan manfaat dan tidak mengucapkan ucapan yang tidak diperbolehkan.
“Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak berguna.” (QS. Al Mukminun : 3)
·         Tidak banyak bicara
Banyak bicara bisa menjerumuskan kepada hal-hal yang yang dilarang  ataupun makruh.
“Janganlah kalian banyak bicara, yang bukan dzikir kepada Allah. Karena banyak bicara, yang bukan dzikir kepada Allah, akan membuat hati keras. Dan manusia yang paling jauh dari Tuhannya adalah yang hatinya keras.” (HR. Tirmidzi)
Umar ra, berkata, “Barangsiapa yang banyak bicara, tentu banyak salahnya. Barangsiapa yang banyak salahnya, tentu banyak dosanya. Dan barangsiapa yang banyak dosanya maka neraka lebih pantas untuknya.”
·         Wajib berbicara ketika diperlukan, terutama untuk menjelaskan kebenaran dan amar ma’ruf nahi munkar. Orang yang mendiamkan kebenaran pada dasarnya adalah setan bisu.

Berlaku baik kepada tetangga
Berbuat baik terhadap tetangga merupakan suatu keharusan.
Allah swt berfirman, “ Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatupun. Berbuat baiklah terhadap orangtua, kerabat dekat, anak yatim, oarng-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat.” (QS. An Nisa’ : 36)
Dari Aisyah ra, bahwa Rasulullah bersabda, “Jibril terus mewasiatiku perihal tetangga. Hingga saya menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris.” (HR. Bukhari)

Menyakiti tetangga merupakan penyakit iman yang dapat menyebabkan kehancuran
Islam mengkategorikan menyakiti tetangga sebagai dosa besar yang akan berbuah siksa yang pedih dan merupakan penghalang untuk mencapai kesempurnaan iman seseorang.
Ibnu Mas’ud ra, meriwayatkan bahwa ketika Rasulullah saw ditanya tentang dosa besar, Beliau menjawab, “Menjadikan Allah sekutu, padahal Dia yang menciptakanmu.” Beliau ditanya lagi, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Engkau membunuh anakmu, karena engkau takut ia akan makan bersamamu,” Beliau ditanya lagi, “Lalu apa?” Beliau menjawab,”Engkau berzina dengan istri tetanggamu,” Yakni merayu istri tetanggamu hingga ia bersedia melakukan zina bersamamu.
Abi Syarih ra, meriwayatkan bahwa Rasulullah saw, “Demi Allah, tidak sempurna imannya,” “Demi Allah, tidak sempurna imannya.” “Demi Allah, tidak sempurna imannya,” Rasulullah ditanya,”Siapa yang tidak sempurn imannya, Ya Rasul?”.Rasulullah saw menjawab, “Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman dari kejahatannya.”
Dari abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah bersabda, “Ya Rasulullah, Fulanah selalu shalat malam dan puas di siang harinya. Akan tetapi ia sering mencela tetangganya,” Rasulullah menjawab, “Ia tidak baik, dan tempatnya adalah neraka.” (HR. Imam Ahmad)

Cara berbuat baik kepada tetangga
·         Membantu kebutuhannya
“Jangan sampai seorang mukmin kenyang sedangkan tetangganya kelaparan.” (HR. Imam Ahmad)
“Tidaklah sempurna iman orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan, padahal ia mengetahui.” (HR. Hakim)
“Jika kamu memasak masakan yang berkuah, maka banyakkanlah airnya. Lalu berilah mereka bagian.” (HR. Imam Muslim)
·         Memberikan sesuatu yang bermanfaat
“Jangan sampai kamu melarang tetanggamu memasang kayu pad dindingmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
·         Memberi hadiah
“Janganlah merendahkan hadiah kepada tetangga meskipun hanya tulang yang sedikit sekali dagingnya.” (HR. Bukhari)

Menghormati tamu
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamu.”
“Menjamu tamu sehari semalam adalah kewajiban bagi setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Adab menerima tamu dan bertamu
Menghormati tamu dalam bentuk bersikap ramah, bersegera menyajikan jamuan.
“Jamuan bagi tamu selama tiga hari, sedangkan jamuan yang lebih baik dari makanan yang dimakan anggota keluarga adalah sehari semalam, lebih dari itu maka dianggap shadaqah.” (HR.Muslim)
Sedangkan sebagai tamu, hendaknya tidak memberatkan dan tidak mengganggu orang yang dikunjungi, termasuk menginap lebih dari tiga hari.
“Seorang muslim tidak diperbolehkan menginap di rumah saudaranya, hingga membuatnya berdosa.” Para sahabat bertanya, “Bagaimana bisa membuatnya berdosa, ya Rasullullah?” Beliau menjawab, “Menginap di rumahnya dan ia tidak memiliki sesuatu untuk menjamu.” (HR. Muslim)

(Disarikan dari Al-Wafi Fi syarhil Arba’in An-Nawawiyah)
#SPUberbagi

0 comments:

Post a Comment