“Sesungguhnya mukmin itu
bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah
kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat : 10)
Ayat tersebut menjelaskan
bahwa siapapun orangnya, selagi ia mengaku sebagai mukmin maka ia berhak
dianggap sebagai saudara oleh mukmin lainnya. Islam tidak memandang jenis
kelamin, latar belakang sosial, politik, ekonomi maupun kasta tertentu. Selagi
mereka berstatus sebagai mukmin, mereka sesungguhnya bersaudara.
Rasulullah saw telah
menggoreskan sejarah ukhuwah islamiyah ketika beliau mempersaudarakan kaum
Muhajirin dan kaum Anshor ketika tiba hijrah di Madinah. Merekapun saling
membantu, melindungi, mengayomi, silih asah asih asuh adalah hal indah yang
mereka tunjukkan sebagai kekuatan. Persaudaraan mereka diikat dengan persamaan
agama, keyakinan dan akidah. Persaudaraan mereka begitu kuat, indah dan
berkualitas.
Bagaimana dengan
persaudaraan yang kita jalin dengan sesama mukmin lain ? Era modern yang serba
cepat dan pesat ini telah mengikis nilai-nilai ukhuwah yang telah terbangun.
Hari ini adalah kawan, besuk lusa bisa berubah menjadi lawan. Begitu pula
sebaliknya. Persaudaraan yang terjalin itu bisa rusak sekejap hanya karena
olok-olok, cacian, hinaan, gunjingan dan fitnah.
Allah swt dalam
firman-Nya surat Hujurat ayat 12 telah mengingatkan agar kita menghindari dari
beberapa perkara yang dapat merusak jalinan ukhuwah islamiyah. Berdasarkan ayat
tersebut, ada enam perkara yang dapat merusak ukhuwah kita.
Pertama, perbuatan memperolok-olok. Perbuatan
ini biasanya dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang merasa dirinya
lebih hebat dari orang lain. Orang yang diperolok-olok karena kelemahan,
kekurangan dan kesalahannya akan merasa sakit hati dan terhina ketika mendapat
olok-olok. Padahal, boleh jadi orang yang diperolok jauh lebih baik daripada
orang yang mengolok-olok.Sikap buruk ini dapat menimbulkan kebencian, dendam
dan permusuhan.
Kedua, perbuatan mencaci dan menghina. Ibarat
pepatah, luka dengan pisau dapat diobati dalam waktu yang tidak lama, tetapi
luka karena ucapan sakitnya seumur hidup dan takkan terlupakan. Bagaikan paku
yang ditancapkan ke dalam kayu, saat kita mencabut paku tersebut pasti ada
bekas lubang dalam paku tersebut. Begitupun ketika seseorang terluka perasaan
dan hatinya, karena hinaan dan cacian, akan berbekas sepanjang hidupnya. Saat
luka menggores, ikatan ukhwah pun mulai terkoyak.
Ketiga, memanggil orang dengan gelar yang
buruk. Kelemahan fisik, kekurangan ekonomi, keterpurukan seseorang tidak harus
menjadikan kita memanggilnya dengan gelar yang jelek.
Keempat, berburuk sangka. Perbuatan ini bermula
dari sikap iri dan dengki terhadap kenikmatan dan kesuksesan saudara kita,
sehingga kita memenuhi hati kita dengan prasangka buruk terhadap ucapan dan
perbuatan saudara kita. Ujung dari prasangka buruk ini adalah fitnah. Ketika
fitnah kita lontarkan, seketika itu pula ikatan ukhuwah mulai rusak.
Kelima, mencari-cari kesalahan orang lain.
Ibarat pepatah semut di ujung pulau
kelihatan, sementara gajah di depan kedua mata tidak kelihatan. Mencari
kesalahan orang lain sangatlah mudah tetapi menyadari kesalahan yang kita
lakukan sangatlah susah. Mencari-cari kesalahan orang lain tidak hanya
menyebabkan gibah tetapi dapat menimbulkan fitnah.
Keenam, gibah alias menggunjingkan keburukan
orang lain. Siapapun orangnya, biasanya tidak suka kelemahan,kekurangan dan
kekurangannya jadi bahan pergunjingan. Oleh karena itu, Allah menegaskan bahwa
orang yang suka menggunjing ibarat orang yang memakan bangkai saudaranya
sendiri. Itu peringatan Allah saking kuatnya larangan untuk menggunjingkan
orang lain.
Dengan demikian, untuk
menciptakan ukhuwah, yang indah, kuat dan berkualias, harus dijalin dengan
ketulusan, keikhlasan tanpa didasari kepentingan apapun. Olok-olok, cacian, gelar
buruk, prasangka buruk, mencari kesalahan orang lain dan gunjingan harus kita
hindari agar ukhuwah yang terjalin todak rusak terkoyak.
(Sumber : Usep
Saefurohman – PR)
#SPUBerbagi
0 comments:
Post a Comment