Monday, 11 May 2015





“Sesungguhnya mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujurat : 10)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa siapapun orangnya, selagi ia mengaku sebagai mukmin maka ia berhak dianggap sebagai saudara oleh mukmin lainnya. Islam tidak memandang jenis kelamin, latar belakang sosial, politik, ekonomi maupun kasta tertentu. Selagi mereka berstatus sebagai mukmin, mereka sesungguhnya bersaudara.

Rasulullah saw telah menggoreskan sejarah ukhuwah islamiyah ketika beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshor ketika tiba hijrah di Madinah. Merekapun saling membantu, melindungi, mengayomi, silih asah asih asuh adalah hal indah yang mereka tunjukkan sebagai kekuatan. Persaudaraan mereka diikat dengan persamaan agama, keyakinan dan akidah. Persaudaraan mereka begitu kuat, indah dan berkualitas.

Bagaimana dengan persaudaraan yang kita jalin dengan sesama mukmin lain ? Era modern yang serba cepat dan pesat ini telah mengikis nilai-nilai ukhuwah yang telah terbangun. Hari ini adalah kawan, besuk lusa bisa berubah menjadi lawan. Begitu pula sebaliknya. Persaudaraan yang terjalin itu bisa rusak sekejap hanya karena olok-olok, cacian, hinaan, gunjingan dan fitnah.

Allah swt dalam firman-Nya surat Hujurat ayat 12 telah mengingatkan agar kita menghindari dari beberapa perkara yang dapat merusak jalinan ukhuwah islamiyah. Berdasarkan ayat tersebut, ada enam perkara yang dapat merusak ukhuwah kita.

Pertama, perbuatan memperolok-olok. Perbuatan ini biasanya dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang merasa dirinya lebih hebat dari orang lain. Orang yang diperolok-olok karena kelemahan, kekurangan dan kesalahannya akan merasa sakit hati dan terhina ketika mendapat olok-olok. Padahal, boleh jadi orang yang diperolok jauh lebih baik daripada orang yang mengolok-olok.Sikap buruk ini dapat menimbulkan kebencian, dendam dan permusuhan.

Kedua, perbuatan mencaci dan menghina. Ibarat pepatah, luka dengan pisau dapat diobati dalam waktu yang tidak lama, tetapi luka karena ucapan sakitnya seumur hidup dan takkan terlupakan. Bagaikan paku yang ditancapkan ke dalam kayu, saat kita mencabut paku tersebut pasti ada bekas lubang dalam paku tersebut. Begitupun ketika seseorang terluka perasaan dan hatinya, karena hinaan dan cacian, akan berbekas sepanjang hidupnya. Saat luka menggores, ikatan ukhwah pun mulai terkoyak.

Ketiga, memanggil orang dengan gelar yang buruk. Kelemahan fisik, kekurangan ekonomi, keterpurukan seseorang tidak harus menjadikan kita memanggilnya dengan gelar yang jelek.

Keempat, berburuk sangka. Perbuatan ini bermula dari sikap iri dan dengki terhadap kenikmatan dan kesuksesan saudara kita, sehingga kita memenuhi hati kita dengan prasangka buruk terhadap ucapan dan perbuatan saudara kita. Ujung dari prasangka buruk ini adalah fitnah. Ketika fitnah kita lontarkan, seketika itu pula ikatan ukhuwah mulai rusak.

Kelima, mencari-cari kesalahan orang lain. Ibarat pepatah semut di ujung pulau kelihatan, sementara gajah di depan kedua mata tidak kelihatan. Mencari kesalahan orang lain sangatlah mudah tetapi menyadari kesalahan yang kita lakukan sangatlah susah. Mencari-cari kesalahan orang lain tidak hanya menyebabkan gibah tetapi dapat menimbulkan fitnah.

Keenam, gibah alias menggunjingkan keburukan orang lain. Siapapun orangnya, biasanya tidak suka kelemahan,kekurangan dan kekurangannya jadi bahan pergunjingan. Oleh karena itu, Allah menegaskan bahwa orang yang suka menggunjing ibarat orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Itu peringatan Allah saking kuatnya larangan untuk menggunjingkan orang lain.

Dengan demikian, untuk menciptakan ukhuwah, yang indah, kuat dan berkualias, harus dijalin dengan ketulusan, keikhlasan tanpa didasari kepentingan apapun. Olok-olok, cacian, gelar buruk, prasangka buruk, mencari kesalahan orang lain dan gunjingan harus kita hindari agar ukhuwah yang terjalin todak rusak terkoyak.

(Sumber : Usep Saefurohman – PR)
#SPUBerbagi

0 comments:

Post a Comment